Menjaga Situs Sejarah Gampong Pande di Banda Aceh
Jalaluddin menyampaikan, pada kelanjutan pembangunan proyek IPAL itu juga dipersyaratkan untuk melakukan review desain dengan memperhatikan keberadaan situs cagar budaya.
“Memperhatikan lingkungan sekitar terhadap dampak dari pelaksanaan lanjutan pembangunan dan jaringan perpipaan air limbah Kota Banda Aceh,” ujarnya.
Kemudian, selama proses pengerjaan nantinya juga mendapatkan pendampingan khusus dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Aceh untuk memantau keberadaan situs bersejarah.
Hal tersebut dilakukan apabila pada saat pekerjaan pembangunan berlangsung ditemui kembali situs arkeologi baru, maka seluruh instansi terkait, baik dari Pemerintah Pusat maupun pemerintah kota siap menyelamatkan setiap arkeologi.
Aminullah Usman melalui program wali kota menjawab memberikan jawaban, dirinya berkomitmen melestarikan situs sejarah dan cagar budaya di wilayah yang ia pimpin saat ini.
Mengenai IPAL, Aminullah menjelaskan pembangunan tempat pengolahan limbah itu dilakukan sejak 2015 dan pelaksanaannya 2016. Artinya, sebelum dirinya menjabat, dan mungkin sebelumnya sudah dikaji.
“Dalam hal ini kita hanya melanjutkan saja proyek ini, dengan sudah melakukan survei yang melibatkan semua elemen dari pemerintahan, para warga, tim arkeologi, tim ahli cagar budaya dan BPCB Aceh,” katanya.
Sejarawan dan Arkeolog Aceh Husaini Ibrahim mengatakan bahwa bangunan proyek IPAL Gampong Pande Kota Banda Aceh tidak dibangun pada zona inti pertama situs sejarah, melainkan zona kedua.
“Jadi itu masuk zona inti dua, bukan zona inti satu. Kalau zona inti satu masih luas termasuk rawa-rawa di kawasan tambak itu,” katanya