Teknik Polikultur, Kearifan Lokal Petani Lamsel Hasilkan Komoditas Beragam
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Pemilihan varietas genjah dilakukan oleh sang suami dengan teknik cangkok dan sambung pucuk. Sebelumnya petani hanya mengandalkan bibit dari biji namun waktu panen lebih lama.
Bibit alpukat, durian dan komoditas buah dengan sistem cangkok akan lebih cepat menghasilkan. Setiap pekan ia bisa mendapat hasil ratusan ribu dari memanen cabai, sayuran dan pisang.
“Saat ini masa panen alpukat dengan sistem panen sortir bisa menghasilkan ratusan ribu setiap pohon,” bebernya.
Muryati, petani di desa yang sama menyebut teknik polikultur jadi kearifan lokal warga selama puluhan tahun. Pada lahan perbukitan menghadap ke Selat Sunda tersebut komoditas pertanian didominasi pisang.

Lahan yang ditanami pisang terlebih dahulu ditebari dengan pupuk organik dari kompos dan kotoran hewan. Proses penyuburan tanah dilakukan dengan penebaran pupuk setiap bulan.
“Kami bisa menanam cabai, terong, sintrong yang laku dijual pada pasar tradisional menghasilkan uang ratusan ribu setiap pekan,” cetusnya.
Teknik polikultur memungkinkan petani bisa memenuhi kebutuhan sayuran, buah dari kebun sendiri. Sebagian hasil panen sayuran dan buah akan dijual ke pasar tradisional.
Penerapan sistem polikultur sebutnya diimbangi dengan pembuatan sengkedan atau terasering. Sebab lahan perbukitan berpotensi alami longsor tanpa adanya penataan lahan. Jenis tanaman buah berkayu keras membantu mencegah erosi.
Kunci sukses teknik polikultur diperoleh dari penyiapan bibit.