DPR-Pemerintah Diminta Objektif Terkait Wacana Jadwal Pilkada
“Pemerintah dan DPR perlu belajar dari pengalaman Pemilu 2019 di mana pileg dan pilpres digabungkan, malah menghadirkan korban ratusan KPPS yang meninggal,” katanya.
Dia menilai, penggabungan itu juga menyebabkan rakyat tidak fokus memilih anggota DPR/DPRD, karena fokusnya hanya kepada pilpres sehingga bisa dibayangkan kerawanan keamanan dan potensi tidak berkualitasnya ratusan pilkada bila digabungkan juga dengan pilpres.
HNW mengkritisi alasan Pemerintah yang berencana menunda Pilkada 2022 dan 2023, dilaksanakan serentak pada 2024 bersama dengan pilpres dan pileg, karena alasan stabilitas politik dan keamanan.
Ia menilai alasan tersebut bertolak belakang dengan rasionalitas dan kekhawatiran umum karena bila diundur maka ratusan daerah yang semestinya melaksanakan pilkada, akan dipimpin oleh pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk pemerintah dalam rentang waktu yang panjang sekitar 2 tahun dengan kewenangan yang terbatas.
“Padahal akan mengurusi pilpres dan pileg, dikhawatirkan dengan kondisi politik seperti itu justru akan hadirkan distabilitas politik dan kerawanan keamanan. Akan ada banyak kepala daerah yang habis masa jabatannya, sehingga digantikan dengan pimpinan yang berstatus Plt, itu justru berpotensi menimbulkan distabilitas politik dan keamanan,” ujarnya.
Dalam draf RUU Pemilu Pasal 731 ayat (1) disebutkan “Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara serentak untuk memilih gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah tahun 2015 dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2020”.