Refleksi Pembelajaran di Tengah Pandemi

JAKARTA  – Nasib pendidikan di tengah wabah virus corona masih menjadi perbincangan hangat di masyarakat.

Keluh-kesah dan nada-nada kejenuhan mewarnai perbincangan itu. Kelelahan fisik psikis terpancar dari raut wajah para orang tua murid.

Hal itu karena ketidakpastian nasib sekolah anaknya. Sekolah yang dimaksud adalah pembelajaran tatap muka secara langsung.

Pembelajaran di sekolah berarti akhir dari peran orang tua sebagai guru pengganti selama sekolah tatap muka ditiadakan kemudian menjadi pembelajaran secara daring (online). Selama itu orang tua bertambah sibuk karena harus memberi penjelasan lanjutan dari materi pelajaran yang telah diberikan guru secara daring.

Namun mengakhiri situasi itu menjadi pembelajaran tatap muka juga menghadapi persoalan yang tak kalah beratnya. Penyebaran virus corona (COVID-19) telah menimbulkan kekhawatiran berbagai pihak akan terjadinya klaster di sekolah.

Karena itu, betapa pun keinginan untuk mengakhiri kejenuhan, kebosanan dan kelelahan akibat pembelajaran jarak jauh (PJJ) demikian kuat, akhirnya harus menyerah kepada keadaan. Pembelajaran secara daring masih harus dijalani dan entah sampai kapan akan seperti itu.

Situasi masih membutuhkan kesabaran orang tua, guru dan peserta didik untuk menerima kenyataan bahwa wabah telah mengubah segalanya. Situasi yang semula normal harus menyesuaikan dengan kondisi dan keterpaksaan harus menjadi kebiasaan.

Ini adalah pengalaman yang tak akan pernah terlupakan oleh siapapun dan sampai kapanpun. Kelak akan menjadi cerita yang penting dalam lembaran buku-buku sejarah tentang kesulitan dan bagaimana menghadapi kesulitan itu agar tetap bisa bertahan (survive).

Lihat juga...