Keberangkatan

CERPEN AMRIN ZURAIDI RAWANSYAH

“KAU pergilah. Tak ada lagi yang bisa kau perbuat untuk kami di sini.”

Seseorang telah pergi. Dan kepergian itu telah membekaskan jejak yang panjang dan dalam, seperti liuk sungai mencari titik rendah.

Mengabrasi sepanjang tepian, membentuk teluk-teluk baru, tanjung-tanjung baru. Kadang serupa keluk manis mata keris, kadang melingkar seolah ular menghindar, namun lebih sering berupa sudut-sudut tajam kaki segi tiga: patahan-patahan putus asa.

Dan muatan kikisan itu terbawa sepanjang perjalanan. Menjadi lumpur mengeruhkan. Menjadi santapan lezat buat jasad-jasad renik berpesta. Menjadi pupuk untuk rerumput di delta muara, tempat terakhir bagi segenap kepedihan mengendap, dalam hening tapa dibuai semilir angin pantai.

“Kau pergilah. Tak ada lagi yang bisa kau perbuat untuk kami di sini.”

Kembali kata-kata itu terngiang, kata-kata Pandan yang penghabisan. Kata-kata yang biasanya mengalir tenang dari bibirnya yang menawan, yang sanggup meredam amuk-amarah seseorang, yang mampu mengubah arah angin ketika membakar ladang, yang dapat mengusir roh jahat dari tubuh-tubuh kesurupan.

Kini sekalipun dalam ngiang semata, telah menjelma sebagai sebentuk senjata, bisa membuatnya kapan saja menggelepar binasa.

Bagai hujanan jejarum, kata-kata itu mengepung dan menghunjamnya dari segala arah. Jalur-jalur retakan abstrak semen lantai terminal bis, saling bisik menyindirnya.

Deretan kursi besi calon penumpang yang telah kosong, bersekongkol terkekeh padanya. Tiang-tiang yang belum lama ini dicat ulang, bersepakat mengumpat dan kemudian menertawakannya. Bahkan, sudut-sudut plafon yang diam-diam mulai bersawang, bersekutu tersenyum manis sembari memakinya.

Lihat juga...