Hilirisasi Batu Bara di Indonesia Terkendala Teknologi
Proyek ini rencananya akan dibangun di lokasi Tanjung Enim Sumatra Selatan, berdekatan dengan tambang pemasok batu bara (PTBA), dan juga mendatangkan total investasi sebesar Rp30 triliun.
Pabrik Coal to DME ini rencananya akan mengkonsumsi lebih kurang 6 juta ton batu bara per tahun, 4,3 juta ton batu bara di antaranya menjadi bahan baku kebutuhan proses Coal to DME, dan 1,7 juta ton sisanya sebagai bahan baku kebutuhan utilitas pendukung pabrik (PLTU). Sedangkan potensi batu bara yang dimiliki PTBA mencapai 8,28 miliar ton.
Janjikan Insentif
Direktorat Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara, Cecep Mochammad Yasin, juga tak menyangkal terkait kendala teknologi dan keekonomian tersebut.
“Teknologinya mahal, dan belum ada Reseacrh And Development (RND) di dalam negeri. Jadi, terpaksa beli teknologinya dari luar,” kata Cecep.
Karena itu, pemerintah sangat memahami alasan beberapa perusahaan yang sudah memiliki storage untuk melakukan proyek hilirisasi ini ternyata belum memulai kegiatannya.
Pemerintah juga memahami kendala dari sisi keekonomian, sehingga nantinya akan mendorong melalui pemberian insentif berupa royalti, tax holiday, dan lainnya.
“Mungkin tidak selama proyek, atau setidaknya sampai perusahaan ini Break Even Point (balik modal,red),” kata dia.
Sejauh ini, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, terdapat tiga perusahaan yang sudah menyampaikan usulan untuk Coal Gasification, yakni PT KPC (Bumi Resource-Ithaca Group-Air Product) yang berlokasi di Bengalon, Kalimantan Timur, dengan status proyek finalisasi FS dan skema bisnis untuk menghasilkan methanol.