Hilirisasi Batu Bara di Indonesia Terkendala Teknologi
PALEMBANG – PT Bukit Asam Tbk (PTBA) terganjal pada teknologi dan keekonomian dalam menerapkan hilirisasi batu bara yang ditargetkan produk gasifikasinya mulai beroperasi komersial (COD) pada triwulan II 2024.
Project Engineer Pengembangan Energi dan Hilirisasi PT Bukit Asam, Djoko Budi Santoso, mengatakan dua hal ini menjadi tantangan dan hambatan tersendiri bagi perusahaannya untuk melahirkan produk gasifikasi batu bara, yakni Dymethil Ether (DME) yang sudah dicanangkan sejak Maret 2019.
“Teknologi yang memilikinya sangat terbatas, hanya ada Cina dan Afrika Selatan. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan kami,” kata dia dalam Webinar “Potensi Akselarasi Ekonomi Melalui Hilirisasi Komoditas Utama, Gasifikasi Batubara” yang diselenggarakan Bank Indonesia Provinsi Sumatra Selatan.
Ia menilai, apa yang terjadi dengan dua negara itu dapat menjadi rujukan bagi Indonesia, mereka berhasil menemukan teknologinya karena “keterpaksaan”, yakni saat mendapat embargo minyak dari negara penjual.
Afrika Selatan berusaha menghasilkan minyak (solar) dari batu bara, sementara Cina lantaran dipicu tingginya kebutuhan batu bara untuk industri, tapi sumber dayanya berada di pedalaman (biaya transportasi tinggi).
“Kini kedua negara ini sudah menghasilkan DME, sintentik fuel, petro chemical, termasuk menghasilkan serat kain melalui gasifikasi batu bara,” kata dia.
Menurut Djoko, keberhasilan dari dua negara ini menjadi motivasi tersendiri bagi perusahaannya untuk menyukseskan proyek gasifikasi batu bara ini (Coal to DME), yang merupakan merupakan buah kerja sama antara dua perusahaan BUMN, PT Bukit Asam Tbk dan PT Pertamina (Persero), dengan Air Products, perusahaan multinasional permilik teknologi gasifikasi batu bara asal Amerika Serikat.