Harimau Jantan dari Kuantan

CERPEN AFRI MELDAM

Kami mendekat ke jendela. Di sana, meski samar, kami melihat dua ekor harimau dengan ukuran tubuh yang persis sama, seperti dua harimau kembar, berdiri di bawah rumpun talang, memandang ke arah kami yang ternganga seakan tak percaya.

“Bapak?” Entah kekuatan apa yang menggerakkan kami sehingga begitu saja kata itu meluncur dari bibir kami ketika menyaksikan salah satu dari harimau itu berjalan perlahan ke barisan pohon tilan-tilan yang tengah berbunga. Dari jarak sedekat itu, dan dengan keberanian yang entah datang dari mana, kami bisa melihat dengan jelas sebuah lobang menganga di kening harimau itu, masih meneteskan darah.

Kejadian itu berlangsung sangat cepat, dan tanpa kami sadari, tiba-tiba saja harimau itu sudah kembali ke bawah rumpun talang, berdiri di samping kawannya. Kedua harimau itu kemudian berpaling, dan mulai berjalan.

Hanya beberapa langkah dari rumpun talang, harimau dengan lobang di kening itu berhenti dan menoleh ke belakang. Ia kembali menatap kami, mengibaskan ekor, seakan memberikan tanda perpisahan. Sementara kawannya yang pincang tampak tak hirau sama sekali, terus saja berjalan menyusuri jalan setapak menuju hutan.

Ingin kami ceritakan kepada orang-orang kampung tentang Bapak yang sudah kembali, meski dengan wujud yang berbeda, dan tentang harimau pincang yang kini menjadi kawannya, tapi apakah mereka masih peduli dengan semua itu, Kawan?

Orang-orang kampung kami kini tentu tengah sibuk mengira-ngira berapa uang yang bisa mereka dapatkan jika nanti mereka bekerja sebagai buruh di perkebunan kelapa sawit milik mantan bupati yang tak lama lagi akan dibuka di kawasan hutan Lurah Sembilan. ***

Lihat juga...