Rakyat diminta tidak usah terlalu khawatir, karena struktur ULN sehat wal afiat. Pemerintah terus menguatkan koordinasi dalam memantau perkembangannya, juga tak lengah menerapkan prinsip kehati-hatian. Peran ULN akan terus digenjot ke titik optimum guna menopang pembiayaan pembangunan, memulihkan ekonomi, dengan tetap meminimalkan risiko terhadap stabilitas perekonomian.
Indonesia, tampaknya, mau tidak mau, harus berutang. Jalan lain tak pasti. Utang menjanjikan keajaiban solusi. Mungkin karena itu, Menteri Keuangan diplesetkan menjadi Menteri Keutangan. Di warung kopi, banyak hal lucu meluncur begitu saja.
Adakah hubungan utang dengan psikologis bangsa, kewibawaan Pemerintah, posisi tawar Negara? Apakah debt trap sudah menjadi terma kuno, tak berlaku? Kita tidak tahu, karena hal-hal itu jarang dibicarakan Pemerintah.
Quo vadis, hendak ke mana Indonesia kita? Dan, ke mana perginya: kedaulatan, kemandirian? Juga, ke mana gerangan: keadilan, kemakmuran?
Memahami aneka persoalan di atas, tentu tak mudah. Namun setidaknya, ada kasus baru yang dapat memudahkan: hutan yang menyala di Papua. Paling tidak, di atas kertas, ada beberapa kemungkinan opsi penalaran untuk memahaminya.
Pertama, sebagai gejala alamiah, karenanya normal, hutan memang harus membakar diri untuk meremajakan dirinya sendiri. Kedua, unintended , sebagai sesuatu yang tidak dimaksudkan demikian, efek samping, diluar kemampuan menduga, tiba-tiba menyala. Ketiga, mismanajemen, ada yang tak beres dalam pengelolaan hutan. Keempat, force majore, murni bencana, diluar kontrol manusia, boleh jadi lantaran meteor yang jatuh, lalu terbakar. Kelima, langkah strategis, alam senantiasa membangun keseimbangan dan, hutan punya siasat dan caranya sendiri. Keenam, by design, setiap yang dirancang, tentu tidak asal jadi, ada hitung-hitungan yang rumit, detail, komprehensif: ekonomi, hukum, sosial, ….