Quo Vadis

OLEH LUDIRO PRAJOKO

Pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2020 merisaukan (?). BPS menyajikan data, pada kuartal I hanya melaju 2, 97% year on year, tahun sebelumnya, pada kuartal yang sama, 5,07%. Meyakinkan disebut merosot, akibat menurunnya ekspor, khususnya ke Amerika dan China. Penyebabnya: Covid-19.

Kuartal II ekonomi tumbuh minus 5,32%. Lebih tinggi dari perkiraan Pemerintah: minus 4,3%. Secara quartal to quartal meyakinkan disebut meroset : roket yang melesat ke bawah. Biang keladinya tetap Covid-19, kali ini dengan memainkan kartu efek domino, plus menurunnya harga komoditas migas dan hasil tambang di pasar internasional. Indonesia diambang resesi, kata para ekonom waktu itu.

Kuartal III tumbuh minus 3,4%. Membaik dibanding kuartal lalu. Cukup memadai sebagai alasan untuk bersikap optimis menyambut kuartal akhir tahun ini. Kuartal perjuangan berat, minimum menuju 0 (nol). Angka misterius dalam ekonomati: ekonomi dan metematika. Titik jeda perekonomian Indonesia yang kelelahan. Agar Pemerintah bisa istirahat.

Pertumbuhan negatif berarti menyusut-mengerut: investasi, neraca perdagangan, konsumsi, …. Rupiah dalam godaan besar untuk terdepresiasi. Dampak yang umum terjadi: PHK, pasar sepi, utang antarteman-tetangga naik. Indonesia, kata para ekonom, resmi memasuki situasi resesi.

Hendaknya jangan cepat percaya. Tunggu sampai situasi mendekati kuartal III tahun 1997. Kejatuhan Orba waktu itu, diakselerasi oleh aksi penjarahan. Basisnya memang memadai waktu itu: krisis moneter, kejengkelan, dan para bandit yang siap bergerak di akar rumput.

Kabar baik lainnya: utang luar negeri (ULN) pada kuartal III menurun. BI menyajikan data: pertumbuhan ULN pada akhir kuartal III 3,8%. Kuartal sebelumnya 5,1% ( year on year) . Total ULN US$ 408,5 miliar. Terbesar dari Singapura, AS, Jepang, dan China. Disusul sejumlah negara dari segenap penjuru dunia. Australia, tempo hari memutuskan memberikan utang, tak lebih dari US$ 1 miliar. Berapa rupiah? Tergantung dipatok berapa Rp nilai US$. Supaya tak terlalu ribet, dan mudah dicerna awam: 5.700-an triliun. Hampir berimbang ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) dan ULN swasta termasuk BUMN.

Lihat juga...