Marreh Kian Diminati, Produksi Capai 100 Botol per Minggu
Editor: Makmun Hidayat
SEMARANG — Berawal dari hasil produksi buah markisa yang berlimbah, pengelola Agrowisata Purwosari mengembangkan produk minuman herbal berupa Marreh, atau markisa sereh. Peminatnya pun cukup tinggi, tidak hanya dibeli oleh para wisatawan yang berkunjung, namun juga para pedagang di sekitar objek wisata tersebut.
“Jadi ide awal pembuatan minuman herbal Marreh ini, berasal dari produksi buah markisa di Agrowisata Purwosari yang cukup banyak, per minggu rata-rata bisa mencapai 50 kilogram. Buah markisa tersebut juga kita jual, namun tetap saja masih ada sisa, bahkan terbuang karena stoknya melimpah,” papar Kepala UPTD Kebun Dinas Pertanian Kota Semarang, Juli Kurniawan, saat ditemui di Agrowisata Purwosari Mijen, Selasa (3/11/2020).
Dari persoalan tersebut, kemudian terbersit ide untuk dimanfaatkan sebagai produk minuman herbal, sehingga muncul Marreh. “Sejauh ini, permintaannya cukup tinggi. Di samping dijual kepada wisatawan yang berkunjung, juga dibeli oleh pedagang di sekitaran Agrowisata Purwosari,” terangnya.
Sejauh ini produksi Marreh per minggu mencapai 100 botol. Bahkan pada saat-saat tertentu permintaan bisa lebih dari angka produksi. Terlebih, harga jual Marreh pun relatif terjangkau, Rp 5 ribu untuk botol ukuran 220 mililiter.
“Terkadang seminggu bisa 200 botol, jika ada pesanan. Untuk saat ini, produksinya memang masih terbatas, karena seluruhnya dikerjakan sendiri oleh para petugas atau pekerja di Agrowisata Purwosari. Sementara mereka juga masih bertugas atau memiliki kewajiban, dalam pemeliharaan dan perawatan kebun,” tambahnya.
Pihaknya juga mendapat pendampingan terkait Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dari LPPM Universitas Negeri Semarang (Unnes), untuk terus mengembangkan produk Marreh tersebut.