‘Omnibus Law’ tak Berdampak Positif pada Usaha Bidang Keagamaan

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

Dalam UU Omnibus Law ada hal ganjil yang mewajibkan setiap penyelenggara membuka sebuah rekening tabungan untuk menampung semua biaya yang diterima dari masyarakat. Hal tersebut jelasnya, secara sederhana dipahami bahwa ini ada keinginan untuk melakukan penampungan terlebih dahulu, sebelum digunakan penyelenggara ibadah umrah.

“Terus terang kami melihat hal ini mau mengikuti penyelenggara haji khusus yang sudah menampung dana masyarakat dari setoran awal. Ini sangat tidak adil dan menuai pertanyaan diapakan uang itu,” jelas Asrul.

Dia mengumpamakan jika kondisi normal umrah satu musim ada satu juta berangkat. Artinya setiap hari akan ada 5000 warga Indonesia ke Mekah. Kalau dana itu harus ditampung dulu setelah setoran 15 juta baru dikembalikan, maka setiap hari akan tertampung 75 miliar.

“Untuk apa uang ini. Sementara penyelenggara memerlukan uang itu,” tukasnya

Sementara, Ketua Pembina Forum SATHU, Fuad Hasan, mengakui bahwa protes dari pengusaha penyelenggara umrah dan haji sesuatu hal mendasar yang harus mendapat tanggapan serius pemerintah. Karena yang terbebani adalah masyarakat muslim yang akan melakukan ibadah umrah dan haji.

“Bukankah tujuan Omnibus Law untuk memberikan kemudahan dan keringanan bagi semua pihak. Tapi apa yang terjadi semua pengusaha di bidang keagamaan keberatan,” papar Fuad.

Dia menganalogikan bahwa saat ini saja untuk pembelian rumah dan mobil bisa dengan DP nol persen. Tapi kenapa biaya umrah dan haji yang seyogyanya untuk ibadah harus membebani dengan aturan deposito dan lainnya. Sementara jika warga ke negara lainnya seperti Las Vegas, Makau, atau lainnya, tidak ada sistem deposit.

Lihat juga...