‘Omnibus Law’ tak Berdampak Positif pada Usaha Bidang Keagamaan
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
JAKARTA – Forum SATHU selaku wadah komunikasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) Lintas Asosiasi Umrah dan Haji Khusus Indonesia, menyoroti terkait UU Omnibus Law yang telah disahkan dalam pleno.
Mereka menilai, UU tersebut belum memberi dampak keadilan di sektor usaha keagamaan, khususnya usaha di bidang penyelenggara umrah dan haji. Kelahiran UU Omnibus Law seyogyanya untuk mendukung perkembangan dunia usaha ternyata tidak untuk usaha di bidang keagamaan.
“Secara khusus kami menyoroti penambahan pada pasal 94 ayat 1 butir K dan ayat 2 yang sebelumnya tidak termuat dalam RUU yang menjadi pokok pembahasan kami, dan banyak lain yang tidak terakomodir,” ujar Artha Hanif, Sekjen dari Forum SATHU dalam konferensi pers di Jakarta Timur, Jumat (23/10/2020).
Atas hal tersebut, lanjutnya, Forum SATHU menilai, adanya penyusupan untuk kepentingan pihak tertentu. Dalam pasal 94 ayat 1 butir K yang akan ditindak lanjuti dengan ayat 2 sangat berpotensi menimbulkan penampungan dana umrah dari masyarakat yang sangat besar. Sebagaimana juga sudah terjadi pada dana setoran awal haji yang saat ini sudah mencapai sekira Rp130 triliun.
Menurutnya, pengertian pasal tersebut juga pernah termuat dalam SK Dirjen No.323 tahun 2019 yang ditolak lewat gugatan ke PTUN. Dan gugatan tersebut sudah inkrah setelah banding Kemenag ditolak oleh Pengadilan Tinggi TUN.
Diakuinya, bahwa sebelumnya secara informal pelaku penyelenggara umrah dan haji pernah diminta menghadap dan diterima dua anggota Baleg di ruang kerja Ketua Baleg. Tapi tim Forum SATHU jelasnya, hanya diminta meyakinkan Baleg bahwa ke depan tidak akan ada terjadi kasus penelantaran jamaah seperti terjadi pada kasus FT dan AT.