‘Omnibus Law’ tak Berdampak Positif pada Usaha Bidang Keagamaan

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

“Kami diterima hanya 15 menit dan berharap akan ada pertemuan formal. Kenyataannya pertemuan tidak pernah terjadi sampai disahkan UU Omnibus Law,” ujar Artha.

Atas hal tersebut, Forum SATHU secara resmi meminta Presiden Jokowi agar memberi perhatian atas Omnibus Law khususnya di bidang keagamaan agar terwujud rasa keadilan yang positif dengan menerbitkan Perpu sebagai perbaikan atas pasal tersebut. Karena usaha umrah dan haji adalah usaha yang terkait dengan kegiatan ibadah.

“Usaha ini adalah satu-satunya sektor usaha yang dimiliki umat muslim,” pungkasnya.

Sementara, Ketua Satu Forum SATHU, Asrul Azis Tabah, menambahkan, bahwa dari puluhan usulan asosiasi hanya satu yang diakomodir. Hal lain harapnya agar ada perbaikan terutama terkait persyaratan akreditasi dalam perpanjangan perizinan yang masih membebani pelaku usaha selaku penyelenggara haji dan umrah.

Padahal jelasnya, akreditasi adalah kebutuhan pemerintahan bukan kewajiban pengusaha. UU menyebutkan, izin usaha umrah berlaku sepanjang perusahaan bersangkutan melaksanakan ibadah umrah. Akreditasi kewajiban pemerintah maka biaya akreditasi tidak dibebankan kepada penyelenggara setiap memperpanjang perizinan.

Saat ini, jumlah usaha penyelenggara umrah di Indonesia kurang lebih mencapai 1300 usaha. Dan 80 persen di antaranya bisa dikategorikan sebagai usaha UKM dengan modal di bawah Rp4 miliar. Jika dalam UU Omnibus Law menentukan deposit bagi penyelenggara tentu sangat memberatkan. Ketentuan deposit tidak meringankan penyelenggara.

“Harusnya pemerintah peka karena dalam UU Omnibus Law, yang dibicarakan sektor keagamaan hanya umrah dan haji. Tapi, di sektor tersebut tidak ada satu pun pasal mempermudah penyelenggara haji,” tegasnya.

Lihat juga...