Embung Jadi Sumber Air di Kawasan Hutan Produksi Way Pisang
Editor: Koko Triarko
Sebagai kawasan milik KLHK yang dihijaukan kembali, pengelolaan air untuk menciptakan sumber air baru dilakukan lebih dari enam tahun silam. Keberadaan embung yang dikombinasikan dengan hutan buatan menciptakan sumber mata air baru. Kini, embung tak hanya sebagai penampung air hujan, melainkan sebagai tampungan mata air.
Siklus air dari embung untuk penyiraman bibit pohon dan pohon yang ditanam di hutan buatan akan kembali menjadi mata air. Puluhan jenis pohon yang ditanam di sekitar embung, sebut Agung Sutejo, telah tumbuh besar. Jenis pulai, medang, damar, akasia dan tanaman penyerap air, dengan perakaran kuat telah mendukung aliran air pada embung.
“Meski saat ini embung nyaris kering, namun cadangan pada sumur bor bisa digunakan hingga musim penghujan tiba,” cetusnya.
Pembuatan embung, sebut Agung Sutejo, sangat bermanfaat kala kemarau. Penyiapan fasilitas embung mampu menampung air, meski kemarau panjang lebih dari tiga bulan. Upaya penghijauan kawasan register 1 Way Pisang, menurutnya telah digencarkan. Sebab, sebagian masyarakat memilih menanam komoditas pertanian. Tumpangsari dengan tanaman kayu dilakukan untuk upaya rehabilitasi lahan.
Pemanfaatan air selain dari embung, dilakukan oleh warga dengan memakai pasokan sungai Way Sekampung.
Agus, warga Desa Bandar Agung, Kecamatan Sragi, mengaku mempertahankan sejumlah tanaman pohon keras, seperti akasia, keresede, waru gunung, ketapang, mindi, dipertahankan di dekat bantaran sungai. Saat kemarau, tanpa disirami sejumlah tanaman tetap tumbuh subur, meski tanaman lain meranggas.
“Wilayah di dekat bantaran sungai tetap ditanami pohon untuk mencegah longsor dan penahan tanggul, agar tidak jebol kala penghujan,” cetus Agus.