‘Banjir Darah’ Terangi Generasi Muda di Tengah Kegelapan Sejarah

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

“Jadi komunisme itu orangnya khas, karena ideologi yang diajarkan semua tindakan sesuai dengan 18 ayat yang diajarkan, di antaranya memfitnah, memutarbalikkan fakta, membenci, menyiksa, membunuh, membantai dan lainnya. Tujuannya kekuasaan dengan cara kekerasan, dan agama adalah musuh,” terangnya.

Yang perlu dikenal dari wajah komunisme, poin empat adalah tindakan mereka yang menghalalkan segala cara. Mereka tidak bertoleransi, hidupnya tidak mau berdampingan dengan pihak lain. Sehingga kalau berkuasa, mereka hanya ingin komunis saja, dan tindakan mereka juga kerap kali menyudutkan agama.

Seperti zaman Muso itu sebut dia, ada puisi yang melecehkan Islam yakni Pondok Bobrok Langgar Bubar Santri Mati.

Pada tahun 1960, kalimat yang sangat menyakitkan dan kejam adalah kata ganyang. Dalam bahasa Jawa, ganyang itu melalap sesuatu makanan ringan. Begitu juga dengan kalimat Ganyang Kabir. Nah, kabir itu adalah kapitalis birokrasi yang dimaksud pengusaha atau pekerja negara.

“Ada juga kalimat ‘Ganyang Setan Desa’ dimaksudkan adalah ulama atau kiai yang memiliki lahan luas menjadi sasaran mereka,” jelasnya.

Kelima yakni dalam perilaku, komunisme itu selalu memusuhi agama. Dalam karya ludruk misalnya, kata Anab, mereka orang komunisme mengangkat judul ‘Matine Gusti Allah’, ‘Sunatan Malaikat Jibril’, dan ‘Gusti Allah Mantu’.

“Inilah ekspresi bentuk perilaku komunisme yang menyudutkan dan memusuhi agama Islam,” ujarnya.

Menurutnya, suatu karya seni yang disuguhkan dengan perilaku seperti itu akan menyulut pola pikir generasi muda saat ini yang begitu mudah terpukul pada utopia, janji-janji bernama kesejahteraan.

Lihat juga...