‘Banjir Darah’ Terangi Generasi Muda di Tengah Kegelapan Sejarah
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Kemudian menurutnya, pernah muncul semangat eforia kebebasan informasi yang justru menjadikan film G30S PKI tidak ditayangkan. Menurutnya, hal inilah yang melahirkan ketidaktahuan generasi muda terhadap gerakan pengkhianatan PKI.
“Kalau kita tanya PKI itu apa, mereka tidak tahu,” imbuhnya.
Sementara, tambah dia, di sisi lain yakni kalangan yang memiliki paham ke arah komunisme terus memproduksi narasi-narasi, produk literasi dan buku-buku yang intinya berupaya untuk terus menghilangkan jejak atau mengaburkan sejarah.
“Dan pada akhirnya mereka kalau bisa menghapus bukti dan fakta jejak sejarah. Jadi, dalam buku ini kita coba narasikan dan rekonstruksikan sejarah bangsa tentang komunisme di Indonesia,” ujarnya.
Bedah buku ini sendiri, bukan hanya tentang Gerakan 30 September 1965 saja, tetapi penulis juga mencoba menyajikan hasil riset lapangan melalui mewawancarai para korban dan saksi hidup di berbagai daerah dari kurun masa tertentu.
“Maka jika membaca buku ini dari awal sampai akhir akan menemukan benang merah. Bahwa rentetan peristiwa yang menyangkut PKI selama di Indonesia itu memang meninggalkan jejak yang tidak kita temukan sisi baiknya,” ujarnya.
Anab menyebut, bahwa buku ini memberikan pembelajaran kepada masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, bagaimana mengenali wajah komunisme itu.
“Jadi ada lima hal untuk mengenal atau mengetahui wajah komunis itu seperti apa. Pertama, ideologi atau pemikiran mereka yang anti-Tuhan dan selalu dendam serta menghujat agama,” ujarnya.
Maka kata dia, siapa saja tokoh masyarakat, ulama maupun lembaga yang berafiliasi kepada ajaran agama, maka akan menjadi musuh dari komunisme.