Tombak Leluhur

CERPEN KIKI SULISTYO

Si Hippies yang tadi bersembunyi di pojok dekat lemari sudah keluar. Sementara Adam membuka kausnya, Sirin berdiri tenang menatap orang yang baru datang. Sekarang Si Hippies bisa melihat tato di lengan Adam dengan lebih jelas. Ia ingat tato yang sama ada di kaki Sirin.

Orang yang baru masuk itu berambut kelabu. Tulang pipinya menonjol, matanya sipit seperti dibuat hanya dari satu garis. Tubuhnya kurus namun tampak keras. Dia berdiri mengamati tombak di tangannya.

“Aku yang menombaknya, Ayah,” kata Adam tiba-tiba. Lelaki itu menoleh ke luar, lalu memberi tanda. Beberapa orang masuk, mengangkat babi, dan membawanya keluar. Lalat-lalat kian banyak beterbangan, sebagian hinggap di bekas darah babi. Orang berambut kelabu menghampiri Adam.

“Kita akan adakan upacara. Aku dengar ada wabah yang sudah menyebar. Babi tadi memberi tanda. Kita harus sucikan kawasan ini,” ucapnya sambil menyodorkan tombak pada Adam. Lelaki itu tahu, mensucikan artinya ada yang harus dikorbankan.

“Sebentar,” ujar si Hippies menyambar. “Tombak itu milik leluhur saya. Biarkan saya membawanya kembali. Saya bersedia menyerahkan sejumlah uang sebagai gantinya.”

Orang berambut kelabu tak jadi menyerahkan tombak itu. “Anda bisa bahasa kami. Dari mana?” tanyanya.

“Islandi,” jawab si Hippies. Orang berambut kelabu menggoyang-goyangkan tombak di tangannya, seperti hendak menimbang-nimbang berat benda itu.

“Rupanya bukan pertama kali Anda ke rumah ini, saya pernah melihat Anda sebelumnya. Tombak ini adalah tujuan Anda. Bagaimana kalau Anda datang ke rumah saya dan kita bicara di sana?” Si Hippies melirik ke arah Sirin, perempuan itu mematung, tetap tak menghiraukan lalat-lalat yang terus hinggap di wajahnya. Lalu Si Hippies berpaling ke Adam. Lelaki ini juga diam, tak tampak ada tanda apa pun di wajahnya.

Lihat juga...