Mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Sebut Direksi Terapkan Rencana Cadangan
JAKARTA – Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018, Hary Prasetyo, mengatakan direksi menerapkan rencana cadangan (contigency plan) dalam mengatasi kondisi keuangan Jiwasraya.
“Kondisi yang memaksa kami melakukan (contigency plan), suatu diskresi direksi untuk bertindak atas sebuah kondisi keuangan Jiwasraya yang abnormal semata-mata untuk menjaga kelanjutan usaha Jiwasraya,” kata Hary, di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (29/9/2020).
Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung menuntut Hary Prasetyo dengan penjara seumur hidup, karena dinilai terbukti melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara senilai Rp16,807 triliun.
“Sementara kami menunggu suntikan modal Rp6,7 triliun turun dari pemerintah, tetapi pada 2009 diputuskan oleh Kementerian Keuangan sebagai ‘ultimate shareholder’ proposal suntikan dana tersebut tidak dapat dipenuhi,” ucap Hary, menambahkan.
Atas keputusan tersebut, Kementerian BUMN memerintahkan direksi Jiwasraya saat itu, dengan Direktur Utama, Hendrisman Rahim, bahwa Jiwasraya harus tetap menjaga kelangsungan hidupnya, tanpa gaduh, “self healing” atau menyembuhkan diri sendiri sebutannya.
“Tugas kami melanjutkan kondisi tersebut dan tidak menyerah! Sekali lagi, bila kami menyerah pada 2009, maka bisa dibayangkan dampak sistemik diseluruh sektor keuangan jika kami gagal bayar atau bahasa terangnya menyerah dengan keadaan!” ujar Hary, menegaskan.
Dampaknya, Jiwasraya harus selalu tampil sehat, laporan-laporan keuangan bulanan kepada Bapepam-LK dan OJK harus selalu baik.
“Tentunya kondisi Jiwasraya yang sebenarnya diketahui oleh regulator, bahkan oleh BPK, perlu jurus tersendiri karena kondisi Jiwasraya juga abnormal. Jika saja dalam kurun waktu 10 tahun kami menjabat, melalui Kementerian BUMN dan OJK mengumumkan ke publik melalui DPR seperti yang direksi Jiwasraya, hancurlah kepercayaan publik,” imbuh Hary.