Tombak Celeng

CERPEN S. PRASETYO UTOMO

Mendengar kegaduhan di ladang singkong, Ki Broto muncul dari belakang tubuh Lik Kapir yang terjengkang, menghadapi ratu celeng yang beringas. Ratu celeng menyeruduk kembali Lik Kapir.

Serudukan ratu celeng dihadang hunjaman tombak pusaka Ki Broto. Sebelum mata tombak tajam berkilau menembus moncong ratu celeng, mendadak celeng betina gemuk pendek melompat, menyambut ayunan tombak pusaka itu.

Mengenai lehernya. Menghunjam dalam. Darah muncrat. Celeng betina gemuk pendek menggelepar-gelepar, Ki Broto mengangkat dan menghunjamkan kembali tombak pusakanya. Berkali-kali tombak pusakanya melukai tubuh celeng betina gemuk pendek yang berkelejatan.

Celeng-celeng betina lain yang ketakutan, berlari meninggalkan ladang singkong yang anyir bau darah. Rembulan merah, dan celeng betina gemuk pendek itu sekarat. Tak mati-mati.

Lik Kapir yang terluka, bangkit, meminta tombak pusaka dari tangan Ki Broto. Dengan dengus amarah yang tak terkendali, dihunjamkan tombak itu bertubi-tubi, “Mampus kau!”

Tubuh celeng betina gemuk pendek itu mengejang. Bulu-bulunya yang lebat berlumur lelehan darah kental. Tangan kanan Ki Broto menuntun Lik Kapir yang tertatih-tatih dengan langkah terseret-seret, kembali ke gubug, tangan kiri membawa tombak pusaka.
***
DINI hari, masih gelap, Lik Kapir tertatih-tatih bangkit dari dipan. Ia meninggalkan gubuknya dengan luka-luka serudukan celeng semalam. Ingin dilihatnya bangkai celeng gemuk pendek yang penuh luka. Tetapi bangkai celeng itu tak ditemukannya. Hanya bekas perseteruan semalam dengan serbuan celeng-celeng itu yang masih terhampar.

Bangkai celeng itu lenyap. Tetesan darah dan serpihan daging celeng yang tercecer menjauh ke hutan menandai seekor binatang buas memangsa bangkai celeng. Dalam hati Lik Kapir memastikan: seekor macan buas memangsa bangkai celeng, dan menyeretnya ke tengah hutan.  ***
Pandana Merdeka, Mei 2020

Lihat juga...