Tombak Celeng

CERPEN S. PRASETYO UTOMO

GERHANA bulan merah darah ketika celeng-celeng gaduh menyerbu ladang singkong. Celeng-celeng betina dan seekor celeng jantan yang paling tangguh mendengus-dengus rakus membongkar ladang singkong, membangunkan Lik Kapir dari tidur lelap.

Lelaki tua kerempeng itu masih mengantuk, tergagap, mengambil senter dan tombak pusaka leluhurnya. Dengan tombak pusaka leluhur di tangan, ia meninggalkan gubuknya.

Tombak pusaka itu memberinya keberanian menghadapi celeng-celeng yang menyergap ladang singkong. Moncong, taring, dan mata celeng-celeng itu tertimpa cahaya senter, tajam berkilau-kilau: murka, ganas, dan rakus.

Lik Kapir menahan rasa gentar. Menahan rasa takut. Ia mesti mengusir celeng-celeng betina dan seekor celeng jantan yang paling besar berbulu lebat dan beringas, mengiringi ratu mereka. Ratu celeng tampak paling dilindungi, dengan moncong menantang dan sepasang mata berkilau-kilau.

Ia makan singkong yang dibongkar dengan moncongnya. Tenang. Makan dengan lahap. Mendengus-dengus. Celeng betina gemuk pendek bermata tajam, mendengus ganas, menjaga keselamatan ratu celeng. Dengan moncong dan kedua taringnya celeng betina gemuk pendek menyeruduk Lik Kapir, tanpa melihat tombak bermata baja, runcing mengancam, dengan gagang kayu jati.

Tombak pusaka yang diayunkan Lik Kapir ke arah moncong celeng gemuk pendek menyurutkan langkah binatang itu. Lik Kapir mesti waspada. Celeng betina gemuk pendek itu tepat berada di depan ratu celeng, melindungi dari serbuan tombak pusaka Lik Kapir. Tangan Lik Kapir gemetar. Tombak pusaka di tangannya bergetar.

Mengayunkan tombak itu, Lik Kapir mencegah serbuan celeng betina gemuk pendek. Ia tak mau terluka kena serudukan beringas celeng betina gemuk pendek. Celeng betina gemuk pendek itu cepat menghindar, sebelum tombak Lik Kapir melukai moncongnya.

Lihat juga...