Tombak Celeng

CERPEN S. PRASETYO UTOMO

Celeng betina gemuk pendek itu menampakkan kesetiaan pada ratu celeng. Ia terus mendengus-dengus, berlari-lari mengitari Lik Kapir, sesekali menerjang lelaki tua bertubuh kerempeng itu. Tombak tajam yang dihunjamkan ke tubuh celeng gemuk pendek itu tak pernah melukainya.

Ia terus mengayunkan tombak pusaka, menghunjam ke arah tubuh celeng betina gemuk pendek. Tetapi tubuh celeng betina gemuk pendek tidak terluka, tidak mengucurkan darah.

Lik Kapir surut beberapa langkah. Ia mulai berpikir keselamatannya. Bila celeng-celeng betina dan celeng jantan ini menyeruduknya bersamaan, tentu tubuhnya tumbang bersimbah darah. Seekor celeng saja sudah menakutkan.

Seekor celeng betina gemuk pendek yang selalu cari muka untuk menampakkan kesetiaan pada ratu celeng, sudah cukup untuk menumbangkan Lik Kapir. Tombak pusaka dalam genggaman tangan kanan Lik Kapir itulah yang menyelamatkannya.

Dengan tombak pusaka itu ia masih berdiri dengan lutut gemetaran, berhadapan dengan celeng-celeng betina yang gemuk-gemuk, yang turun dari hutan lereng gunung.

Lik Kapir menguatkan perasaannya. Ia tak ingin berlari menghindari celeng-celeng yang tak pernah bisa dihitungnya. Tetapi ada seekor celeng betina yang genit seperti sedang birahi, membiarkan diri diendus-endus celeng jantan besar.

Celeng betina birahi itu mengucurkan air kencing. Ingin dikawini. Celeng betina birahi itu tidak menerjang Lik Kapir. Tidak membongkar tanah mencari singkong. Ia menikmati endusan celeng jantan dengan moncongnya. Lik Kapir tak tega menombak celeng betina yang birahi itu. Kedua celeng birahi itu kawin.

Celeng-celeng yang menyergap ladang singkong yang digarap Lik Kapir tak memiliki rasa takut sedikit pun. Celeng-celeng itu memang belum menyerang Lik Kapir. Tetapi mereka tak surut, tak memiliki rasa gentar pada tombak Lik Kapir.

Lihat juga...