Ratu celeng itu makan singkong yang sudah dibongkar celeng-celeng yang tak terhitung jumlahnya – tiba-tiba datang dan tiba-tiba menghilang dalam gelap malam. Ratu celeng yang dilindungi celeng-celeng lain, menarik perhatian Lik Kapir.
Ia ingin melukai ratu celeng yang gempal itu. Diayunkan tombaknya ke arah moncong ratu celeng. Tetapi ketika gerakan tangannya masih terayun, tubuh Lik Kapir sudah diseruduk celeng betina gemuk pendek. Rupanya celeng betina gemuk pendek senantiasa menjaga keselamatan ratu celeng.
Kedua taring celeng betina gemuk pendek itu menggigit betis Lik Kapir. Lelaki tua kerempeng itu jatuh terlempar, terkapar. Tombak pusakanya terpental. Taring celeng betina gemuk pendek itu merobek daging betisnya. Ia menunggu celeng-celeng betina itu, juga sang ratu, menyoyak-ngoyak tubuhnya dengan taring-taring mereka.
Celeng-celeng itu, terutama ratu celeng, mendengus-dengus dalam gelap malam, ganas. Tak ada harapan lagi bagi Lik Kapir untuk menyelamatkan diri. Celeng betina gemuk pendek berlari lurus menyeruduk lagi lelaki tua kerempeng itu.
Lik Kapir menanti tubuhnya yang jatuh terduduk digigit taring celeng betina gemuk pendek. Mungkin dua taring celeng betina gemuk pendek itu akan menembus perutnya yang tipis. Ia memejamkan mata.
Celeng betina gemuk pendek itu mendadak menggelepar. Tombak dihunjamkan dari belakang tubuh Lik Kapir. Celeng betina gemuk pendek itu berpusar-pusar. Terluka pada moncongnya. Celeng betina gemuk pendek itu meloncat, meninggalkan Lik Kapir, kabur ke dalam gelap malam.
Celeng-celeng lain mengikuti kabur. Ratu celeng juga kabur dalam senyap. Celeng jantan yang paling besar melarikan diri belakangan. Lik Kapir membuka mata, dengan pandangan yang berkunang-kunang, tak lagi menatap seekor celeng pun di hadapannya. Dia melihat Ki Broto berdiri gagah di sisinya. Menggenggam tombak di tangan kanan.