Ketua PGRI Jateng: Pelaksanaan PJJ Munculkan Sejumlah Persoalan
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
“Itu sebabnya, PGRI Jateng meluncurkan konsep esensial PJJ, guna memudahkan guru merancang kegiatan belajar mengajar di sekolah. Terlebih lagi, pemerintah juga belum menyediakan panduan PJJ bagi guru,” terangnya.
Dijelaskan, para guru, yang tidak mampu secara mandiri untuk memilih materi pembelajaran Kurikulum 2013 (K13), bisa menggunakan esensi PJJ ini. Harapannya, meski dengan waktu yang terbatas, isi materi yang disampaikan benar-benar tepat, tidak melebar kemana-mana.
“Sementara, terkait kebijakan penggunan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), untuk membantu siswa dalam memenuhi kuota internet dalam PJJ. Meski diperbolehkan, dari komunikasi yang kita lakukan dengan sejumlah sekolah, ternyata tidak mudah. Apalagi petunjuk teknisnya belum ada, sehingga sekolah masih ragu-ragu,” terangnya.
Di satu sisi, sekolah juga memiliki pilihan kebutuhan prioritas lainnya yang harus dipenuhi. “Berapa uang yang diterima dari BOS? apalagi sekarang ini jumlah siswa per kelas dibatasi. Misalnya untuk jenjang SD, maksimal 28 siswa per kelas. Ternyata di sekolah tersebut masih banyak guru honorer, yang digaji dari dana BOS, atau ada kebutuhan lainnya terkait persiapan sekolah new normal atau tatap muka terbatas. Ini juga harus diperhatikan,” jelasnya.
Pihaknya menilai, persoalan tersebut tidak bisa dilempar ke sekolah dan mengatakan ada pembiayaan dari BOS. “Justru sekarang ini, harapannya ada gotong royong dari semua orang, termasuk orang tua murid yang berkecukupan secara materi, untuk ikut membantu. Ini yang kita dorong, untuk diterapkan,” tandasnya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Forum Anak Jawa Tengah (FAJ), Amelia Adiputri Diansari. Dalam kesempatan terpisah, dirinya menjelaskan sebanyak 20 – 25 persen para pelajar di Jateng, tidak memiliki akses layanan PJJ atau sistem daring.