Petani di Lamsel Mulai Panen Cengkih

Editor: Koko Triarko

Pohon cengkih varietas Sikotok, menurutnya mudah dipanen karena pendek. Pada tahap pemanenan bagian pucuk, ia menggunakan tangga bambu meski tidak setinggi jenis cengkih varietas Zanzibar. Pada masa panen raya, ia membutuhkan tenaga kerja pemetikan dan pengumpulan. Setiap pekerja akan mendapatkan upah rata-rata Rp5.000 per kilogram.

Masa panen saat Ramadan, menurutnya menguntungkan petani dan pekerja. Sebab, meski tetap menjalankan ibadah puasa panen di kebun yang teduh membuat para pekerja tidak kepanasan. Usai proses pemanenan, pekerja masih melakukan penyortiran cengkih basah dengan tangkai, pemeraman, pengeringan hingga penyimpanan.

“Sesampainya di rumah, pekerja didominasi kaum wanita bisa melakukan sortasi dengan upah dua ribu per kilogram,” cetusnya.

Sahbana, petani cengkih di Desa Kelawi, Kecamatan Bakauheni, menyebut panen cengkih menjadi selingan. Sebab, bagi sebagian petani dominan memiliki tanaman kakao, jengkol, pisang dan kelapa. Memasuki bulan Mei hingga Juli, Sahbana memastikan petani masih bisa melakukan proses pemanenan secara bertahap.

Memanen cengkih saat Ramadan dan menjualnya, kerap bisa digunakan sebagai sumber penghasilan untuk kebutuhan harian.

“Hasil panen yang dijual umumnya untuk hari raya Idulfitri, namun karena tidak ada mudik hasil panen bisa dipakai untuk pendidikan anak,” bebernya.

Selain cengkih, Sahbana menyebut petani bisa menjual bagian daun dan tangkai. Jenis tangkai dan daun akan digunakan untuk pembuatan minyak atsiri dengan harga jual Rp5.000 per kilogram. Sebagai tanaman investasi yang bisa dipanen setahun sekali, cengkih sekaligus menjadi harapan petani saat pandemi Covid-19.

Lihat juga...