Panen Jagung di Lamsel Untungkan Buruh Panen
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
“Ada pekerja yang selama ini punya usaha tutup beralih jadi buruh petik jagung sehingga saya tidak gunakan mesin,” cetusnya.
Anjloknya harga jagung di level petani menurut Sumijo terjadi sejak dua pekan lalu. Harga jagung pipilan sebelumnya bertengger pada angka Rp2.800 lalu anjlok Rp2.300 per kilogram.
Harga itu lebih rendah dibandingkan musim panen sebelumnya sebesar Rp4.200 per kilogram. Harga yang anjlok berimbas upah yang diberikan ikut dikurangi dan bisa dipahami oleh buruh panen.
Sumijo menyebut biaya operasional yang dikeluarkan menurutnya tidak sebanding dengan harga jual. Ia menyebut sejak awal masa tanam hingga jelang panen ia mengeluarkan biaya sekitar Rp10 juta.
Ditambah dengan biaya operasional saat panen dan pasca panen ia harus keluarkan biaya Rp5 juta. Mengeluarkan biaya sekitar Rp15 juta dan hasil sekitar Rp20 juta dari hasil penjualan ia hanya mendapat keuntungan kotor Rp5 juta.
“Harga jual yang anjlok tentunya sangat mempengaruhi pendapatan, upah pada sektor pertanian jagung,” cetusnya.
Masa panen jagung menurutnya akan menguntungkan bagi buruh. Sebab semakin banyak bekerja di lahan jagung selama masa panen hasil yang diperoleh cukup banyak.
Meski menggunakan sekitar lebih dari 10 pekerja ia menerapkan social distancing agar tidak melakukan kontak fisik. Sebab meski masa panen saat Covid-19 melanda petani tetap menjaga kesehatan.
Terkait anjloknya harga jagung, Bibit Purwanto, Kepala Dinas Pertanian Lampung Selatan menyebut telah mendapat informasi.
