Islam Wasathiyah Pondasi Kerukunan Umat Islam
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Selama ini, jelas dia, MUI dalam beberapa fatwanya secara tidak langsung sudah membahas Islam Wasathiyyah. Misalnya pada tahun 2012 dalam Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia, MUI membahas prinsip-prinsip wasathiyyah.
Ijtima Ulama Komisi Fatwa tahun 2003 juga menjelaskan secara rinci tentang terorisme, sebagai tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan negara dan merugikan masyarakat.
“Tindakan terorisme seringkali mengatasnamakan jihad yang dicita-citakan membawa pelakunya ke surga. Dari fatwa MUI kita dapat membedakan antara pengertian teror dan jihad,” ujarnya.
Selain dua fatwa tersebut, pada tahun 2005, MUI juga mengeluarkan fatwa tentang pluralisme, liberalisme, dan sekularisme agama.
Liberalisme agama adalah memahami nash-nash agama dengan menggunakan akal pikiran yang bebas dan hanya menerima doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran mereka semata.
Sementara pada tahun 2006, dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa dengan melibatkan 750 ulama seluruh Indonesia, menyepakati bahwa NKRI dengan Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 sebagai konstitrusi negara. Semua itu merupakan kesepakatan bangsa Indonesia, termasuk di dalamnya umat Islam.
Dia menambahkan, agar Islam Wasathiyyah tersebut bisa sesuai dengan cita-cita umat Islam Indonesia, maka perlu ada beberapa strategi.
Pertama, sebut dia, adalah intensifikasi pendidikan (Tafaqquh fid Din) melalui penguatan lembaga pesantren maupun pendidikan formal mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Strategi kedua, bingkai kerukunan di Indonesia. Seperti teologis, sosiologis-kemasyarakatan, politik-kebangsaan, maupun yuridis harus dikuatkan.