PKI tak Perlu Diberi Ruang Berkembang
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kembali didatangi Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65) setelah di tahun sebelumnya melakukan hal serupa. Pihaknya meminta Komnas HAM menyikapi dengan serius tuntutan YPKP perihal kuburan massal tragedi PKI.
Arukat Djaswadi, aktivis Yayasan Masyarakat Peduli Sejarah dan aktivis Gerakan Bela Negara, mengatakan, bahwa sudah dijelaskan di dalam tap MPRS nomor 25 tahun 1966 tentang pembubaran partai komunis.
Menurut Arukat, jika YPKP mendatangi Komnas HAM meminta untuk mengusut para korban PKI yang dikubur secara massal, diperlukan adanya pembuktian hukum, apakah benar yang dikubur orang-orang PKI. Tidak hanya data tetapi juga harus memiliki bukti lainnya.
Arukat yakin Jaksa Agung akan tetap bertahan dengan pedoman dan aturan yang telah ditetapkan atas pelaporan tersebut.
“Ketetapan MPRS tahun 1966 itu harga mati dan sudah jelas bunyinya tentang larangan PKI di Indonesia, jadi apa yang dilakukan Bedjo Untung itu, sesuatu hal mengada-ada. Tidak ada ruang untuk PKI. Ingat, mereka bukan korban, justru para jenderal pahlawan revolusi dan masyarakat Indonesia yang menjadi korban kebiadaban PKI,” ucapnya melalui percakapan whatsapp, Kamis (3/10/2019).
Sementara itu, Bedjo Untung, Ketua YPKP 65, ketika menemui perwakilan Komnas HAM di ruang pengaduan menyampaikan beberapa poin tuntutan di antaranya meminta Komnas HAM untuk menindaklanjuti atau menyikapi tragedi kemanusiaan 1965-1966 (genosida 1965) yang merupakan kejahatan HAM berat pada masa lalu di Indonesia.
Dikatakan Bedjo, tidak ditindaklanjutinya rekomendasi Komnas HAM pada tahun 2012 tentang penyelidikan pro-justicia membuat keadilan bukan saja telah berhenti di permukaan jalan, tetapi kejahatan terhadap kemanusiaan serupa terus menerus direproduksi di mana-mana.