Kemarau Sebabkan Produksi Buah Kakao di Lamsel, Menurun

Editor: Koko Triarko

Hasan, warga Desa Banjarmasin, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan, menjemur kakao hasil panen miliknya, Sabtu (21/9/2019). -Foto: Henk Widi

Kakao yang sudah kering, kerap dijual kepada pengepul dan pembeli kakao yang dikenal dengan cengkau. Namun, produksi yang menurun saat kemarau membuat cengkau yang kerap berkeliling berhenti beraktivitas.

Sebanyak 100 kilogram kakao kering disimpan menggunakan karung khusus. Agar tidak berjamur, penyimpanan dilakukan pada ruang khusus menghindari kelembaban dan jamur.

“Kakao yang berjamur dan berkadar air rendah akan mempengaruhi harga jual, sehingga harus disimpan dengan baik,” tutur Hasan.

Menurunnya produksi buah kakao juga dialami petani lain, bernama Ugran, di Desa Cugung, Kecamatan Rajabasa. Meski kakao tetap berbuah, namun selama kemarau hama bajing (tupai) dan penggerek buah kerap menyerang.

Berkurangnya bahan makanan alami di kebun membuat bajing kerap memakan buah kakao menjelang proses pematangan. Imbasnya, setiap pohon kerap selalu ada buah yang dilubangi bajing.

Penurunan produksi kakao pada lahan kebun miliknya, karena pohon dalam proses perontokan daun. Saat proses perontokan daun, pembungaan pada batang kakao akan berkurang. Meski berkurang, pembungaan selama kemarau kerap menghasilkan bakal buah yang bagus karena tidak berisiko rontok. Rata-rata satu pohon saat kemarau menghasilkan lebih dari 20 buah.

“Meski tetap berbuah, namun kadang ukuran lebih kecil sehingga menurunkan hasil panen sekitar 40 persen,”tutur Ugran.

Krismanto, pemilik tanaman coklat di Desa Pasuruan justru menyebut panen saat kemarau menguntungkan. Sebab, buah kakao yang selesai dipanen bisa langsung dijemur. Sebaliknya, saat penghujan, ia butuh waktu pemeraman serta pengupasan sebelum dijemur. Selama kemarau, penjemuran kakao hanya membutuhkan waktu dua hari agar bisa kering sempurna.

Lihat juga...