Adanya persetujuan orang tua melalui Komite Sekolah tidak bisa dijadikan alasan pembenar, karena umumnya Komite Sekolah langsung memberikan persetujuan tanpa terlebih dahulu rapat dengan orang tua siswa.
Kalau pun dilakukan rapat dengan orang tua siswa, biasanya Komite Sekolah lebih cenderung membeli kebijakan sekolah dan orang tua siswa pun memilih diam, karena kalau menyatakan penolakan khawatir akan berdampak buruk kepada anaknya di sekolah.
Penjualan pakaian seragam di sekolah itu dapat dikategorikan sebagai praktik bisnis dan itu tergambar dari harganya yang mencapai Rp2,2 juta empat pasang, atau rata-rata Rp600 ribu per pasang, padahal di pasaran paling mahal Rp200 ribu per pasang.
Rugikan UKM
Kebijakan sekolah di Ternate menjual pakaian seragam kepada siswa baru juga merugikan para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) yang bergerak di bidang usaha penjahitan pakaian dan penjualan pakaian seragam sekolah.
Para pelaku UKM itu dulu setiap tahun ajaran baru bisa meraih pendapatan puluhan juta rupiah, tetapi sekarang setelah adanya kebijakan sekolah yang mewajibkan siswa baru membeli pakaian seragam di sekolah, mereka tidak lagi meraih pendapatan seperti itu.
Pasalnya, pihak sekolah dalam pengadaan pakaian seragam untuk dijual para siswa tidak memanfaatkan pelaku UKM setempat, tetapi mendatangkannya dari Sulawesi atau Jawa, dengan alasan harga lebih murah.
Kepala Dinas Pendidikan Nasional Ternate, Ibrahim Muhammad, mengaku sekolah sebenarnya dilarang menjual pakaian seragam kepada siswa baru dan akan memberikan sanksi tegas kepada sekolah yang melanggar larangan itu.
Tetapi, akhirnya Dinas Pendidikan Nasional tidak bisa berbuat apa-apa terhadap sekolah yang melanggar larangan itu, karena setelah diklarifikasi di lapangan, semuanya dilakukan atas persetujuan orang tua siswa melalui Komite Sekolah di masing-masing sekolah.