TERNATE – Muhammad Arif hanya bisa menarik napas panjang ketika putra sulungnya yang baru baru masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) menyampaikan, bahwa harga pakaian seragam dari sekolah yang wajib dibeli siswa baru senilai Rp2,2 juta.
Warga Kota Ternate, Maluku Utara (Malut) itu tidak tahu dari mana bisa mendapatkan uang Rp2,2 juta, karena penghasilannya sebagai tukang ojek untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja sering tidak cukup.
Meminjam uang kepada rentenir dengan jaminan BPKB sepeda motor terpaksa ia lakukan, agar bisa membayar empat pasang pakaian seragam sekolah untuk anaknya yang terdiri atas pakaian putih biru, pramuka, batik dan pakaian olah raga.
Banyak warga Ternate berpenghasilan pas-pasan yang anaknya masuk SMP atau SMA juga melakukan hal serupa, karena kalau mereka tidak membeli pakaian seragam yang dijual sekolah, anaknya tidak bisa mengikuti pelajaran di sekolah.
Pihak sekolah beralasan sengaja menyediakan pakaian seragam untuk dibeli siswa baru, agar ada keseragaman warna dan model pakaian, sehingga akan terlihat rapi saat siswa mengikuti proses belajar mengajar sekolah.
Pihak sekolah menganggap, menjual pakaian seragam kepada siswa baru tidak melanggar aturan, karena dilakukan atas persetujuan orang tua siswa melalui Pengurus Komite Sekolah.
Bagi orang tua siswa tidak mampu, sekolah memberi toleransi untuk membayar harga pakaian seragam sekolah dengan cara mengangsur, sehingga tidak terlalu membebani, bahkan bagi yang benar-benar tidak mampu akan digratiskan.
Dewan Pendidikan Kota Ternate, seperti yang disampaikan ketuanya, Asghar Saleh, apa pun alasannya penjualan pakaian seragam di sekolah melanggar keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang secara tegas melarang adanya praktik seperti itu di sekolah.