Kemarau di Lamsel Sebabkan Turunnya Produksi Sawit

Editor: Koko Triarko

LAMPUNG – Sejumlah petani sawit di Lampung Selatan, mengalami penurunan produksi, sebagai dampak berlangsungnya musim kemarau, yang disebut oleh petani setempat sebagai musim trek.

Rasmin, petani sawit rakyat di Desa Pasuruan, Kecamatan Penengahan,Lampung Selatan (Lamsel), mengaku anjloknya produksi Tandan Buah Segar (TBS) sawit sudah berlangsung sejak Juli. Musim trek atau produksi menurun merupakan imbas kemarau yang melanda wilayah tersebut.

Tanaman kelapa sawit berjumlah sekitar 500 batang miliknya, sebagian berusia lebih dari enam tahun. Pada kondisi normal, tanaman sawit seluas satu hektare itu bisa menghasilkan 4 ton TBS.

Namun, imbas musim trek TBS yang dihasilkan menurun drastis. Buah yang dihasilkan berkurang hingga dua ton. Sebagian petani menyebutnya buah “kepet” tidak bernas, bahkan saat ditimbang bobotnya berkurang.

Namun, kata Rasmin, produksi TBS sawit yang berkurang tidak mempengaruhi harga di tingkat petani. Sejak awal Juli, harga TBS sawit masih bertahan pada angka Rp950 per kilogram. Sebelumnya, per kilogram sawit pernah mencapai harga Rp1.200, meski tidak berlangsung lama. Harga TBS sawit yang anjlok diakui membuat sebagian petani enggan memanen sawit.

Sajiman, petani sawit di Desa Baktirasa, Kecamatan Sragi Lampung Selatan, melakukan pengumpulan sawit yang sudah dipanen pada musim trek, Sabtu (3/8/2019) -Foto: Henk Widi

“Sebagian petani memilih membiarkan sawit bertahan di pohon menunggu musim buah berikutnya lebih baik, menunggu musim trek berakhir,” papar Rasmin, Sabtu (3/8/2019).

Pada kondisi panen TBS normal dengan harga rata-rata Rp800 per kilogram, untuk 4 ton TBS  Rasmin bisa mendapatkan hasil Rp3,2 juta. Namun dengan harga yang sama dan produksi menurun pada kisaran dua ton, ia hanya memperoleh hasil Rp1,6 juta sekali panen.

Lihat juga...