Gubernur Bali: Perda Desa Adat Kelanjutan Tonggak Sejarah Empu Kuturan

Editor: Koko Triarko

Gubernur Bali, Wayan Koster. -Foto: Sultan Anshori

GIANYAR – Pemerintah provinsi Bali secara resmi memberlakuakan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di provinsi setempat. Pencanangan ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh Gubernur Bali, Wayan Koster.

Menurut Gubernur Koster, Pencanangan Perda Desa Adat ini merupakan momen historis, karena untuk pertama kalinya Desa Adat, lembaga kultural terpenting di Bali, diakui sebagai subyek hukum dengan posisi dan kewenangan yang jelas.

Selain itu, pencanangan ini juga merupakan momen bersejarah, karena merupakan kelanjutan dari tonggak sejarah yang dibangun Ida Bhatara Empu Kuturan pada 1000 tahun lalu.

Dalam posisinya sebagai penasehat utama Raja Udayana Warmadewa dan Ratu Gunapriya Dharmapatni, Empu Kuturan dalam pertemuan-pertemuan di Pura Samuan Tiga dengan tokoh agama dan masyarakat, telah melahirkan struktur-struktur fundamental bagi masyarakat Bali, termasuk Desa Adat, Kahyangan Tiga, dan sanggah Rong Tiga.

“Legislasi ini dibuat untuk melestarikan apa yang sudah dirancang oleh Ida Bhatara Mpu Kuturan. Tujuannya agar Desa Adat lebih kokoh dan kuat, sekaligus mampu mengakomodasi tantangan dan peluang zaman,” kata Koster, saat ditemui di Wantilan Pura Samuan Tiga, Desa Bedulu, Gianyar Selasa, (4/6/2019).

Koster menambahkan, rancangan Perda itu sudah disusunnya sejak 2014, saat masih menjadi anggota DPR RI. Selama itu pula, Ida Bhatara Mpu Kuturan selalu dipujanya dalam doa-doanya.

“Selalu saya ingat Ida Bhatara Mpu Kuturan, saya mohon bimbingan Beliau. Kalau yang saya lakukan benar agar diberi jalan, kalau salah agar dihentikan,” kata Koster.

Pencanangan pemberlakuan Perda Desa Adat ini juga menjadi peristiwa yang penuh simbol. Perda No 4 itu dicanangkan pada tanggal 4 pada Anggara Kasih Kulantir, sebuah hari suci yang diyakini sebagai saat beryoganya Ida Bhatara Siwa. Koster sendiri lahir pada Anggara Kasih Tambir.

Lihat juga...