Komunitas dan Sanggar Seni di Flotim Perlu Berbenah

Editor: Mahadeva

Untuk sebuah pementasan seni budaya, harus menyewa gedung, kursi, baliho, spanduk, bayar alat musik, pemain musik, penari dan kebutuhan lainnya. Geliat ekonomi bisa tumbuh dari sebuah pementasan seni budaya. Semua itu tentu membutuhkan dana.

“Proses berkesenian bagi saya bukan untuk kesenian itu sendiri. Kesenian bisa membentuk mental, sikap, sadar budaya, sadar asal usul, performa, sadar gerak, irama dan lainnya. Ketika seniman menjadi politikus maka dia akan memahami apa artinya rasa, bagaimana mencari uang, bagaimana harus bicara, sadar audiens dan lainnya,” tegasnya.

Semuanya dikatakan seniman muda Lamaholot tersebut, dilatih lewat proses berkesenian, dan membutuhkan proses yang panjang. Orang tidak bisa berhasil dalam satu dua hari, tetapi harus dilakukan sejak SD hingga SMA dan seterusnya.

Dengan begitu, mental akan lebih kuat, militan, dan memiliki kemampuan kerjasama yang baik. “Orang tidak melihat dampak ke depannya dari proses berkesenian itu sendiri. Menanam padi saja beberapa bulan ke depan baru dipetik hasilnya. Kalau dilatih lewat seni, maka orang diberi ruang untuk mengekspresikan dirinya. Tidak ada waktu untuk melakukan hal-hal negatif karena waktunya habis untuk berkesenian,” tuturnya.

Di Flores Timur Silverster menyebut, kaya akan seni dan budaya. Tetapi, persoalannya selama ini tidak ada komunitas yang menekuninya. Orang harus sampai pada standar tertentu, kualitas dan performance tertentu, agar memiliki nilai jual. Kelompok-kelompok seni budaya tidak mengolahya.

“Wadahnya harus ada dan intens berlatih serta berbaur dengan komunitas luar agar pengalamannya bertambah dan membuka ruang pergaulan kreatifitas. Saya membawa teater saya pentas di Jakarta dan Cirebon dengan biaya sendiri, agar proses berlajarnya bisa berjalan dan meningkatkan kualitas seniman. Etos berkesenian harus tumbuh dan itu ada dalam kelompok,” ungkapnya.

Lihat juga...