Indef Ingatkan Risiko Kerja Sama ‘BRI’ Cina-Indonesia
Editor: Koko Triarko
Lebih lanjut dijelaskan, pintu masuk BRI adalah Medan. Beberapa kesepakatan pembangunan proyek meliputi Pelabuhan Kuala Tanjung, Kota Bandara Kualanamu, dan KEK Sei Mangkei. Investasi akan masuk dari segi transportasi hingga kawasan industri.
“Indonesia kesulitan menawarkan KEK kepada investor asing, di dalamnya termasuk KEK Sei Mangkei. Padahal, KEK ini merupakan KEK strategis dengan fokus pada hilirisasi sawit,” ungkapnya.
KEK Sei Mangkei ini baru dua perusahaan asing besar yang memiliki tenant. Yaitu, Unilever dengan pabrik Oleochemical dan juga Shimizu Corporation yang mengembangkan biomass.
Menurutnya, banyak permasalahan yang dialami oleh KEK. Yakni mulai dari janji insentif yang tidak ditepati, hingga bahan baku sawit yang justru sulit didapatkan.
Dengan masuknya Cina ke dalam KEK ini, diharapkan dapat melakukan hilirisasi sawit di dalam negeri. Sehingga ke depan Indonesia tidak bergantung pada ekspor sawit mentah atau produk turunan yang rendah.
“Namun tentu perlu waspada, bisa saja hilirisasi sawit tidak terjadi, dan justru memberikan kesempatan bagi Cina untuk mengeruk peluang mendapatkan CPO dengan harga terjangkau dari Indonesia. Perlu diingat, ke depan akan terjadi peningkatan penyerapan CPO Indonesia oleh Cina,” tukas Andry.
Ada pun risiko lainnya, sebut dia, adalah karena digencarkan model kerja sama B2B (Business to Business). Maka sejak 2012, ada 40 perusahaan BUMN Cina sudah menyetujui mengambil peran di dalam kontestasi BRI.
“Mereka akan head to head dengan BUMN kita. Dampaknya, risiko kerugian akan ditanggung langsung oleh BUMN pengolahan sawit seperti PTPN III,” ujarnya.