Sodikun : Pak Harto, Seorang Mujahid 

Editor: Mahadeva

Di hadapan tiga Putri Presiden Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana (Tutut Soeharto), Siti Hediati Haryadi (Titiek Soeharto) dan Siti Hutami Endang Adingsih (Mamiek Soeharto), Sodikun mengatakan, Pak Harto adalah sosok pemimpin yang tidak senang dengan pencitraan. “Pak Harto tidak senang dengan pencitraan, aneh-aneh yang tidak masuk akal, dan tidak realistis,” tukasnya.

Pak Harto dalam kepemimpinannya, selalu memikirkan nasib bangsa dan negara. Pemikiran Beliau tiada lain hanya untuk menyejahterakan anak bangsa, dengan ungkapan bahasa santun yang disampaikan.  “Pak Harto selalu bicara santun. Tatapan mata Pak Harto, ada makna yang sangat prinsipal dengan iklas pada kita semua untuk bangkit dan melanjutkan perjuangan Beliau,” ujarnya.

Dan sebagai anak yang soleh, Pak Harto selalu patuh untuk menjalankan ajaran Nabi Muhammad SAW, dalam kehidupannya. Hingga itu tercermin dalam mendidik putra-putrinya.  Kekaguman lain Sodikun pada Pak Harto adalah, senantiasa membangun hubungan yang baik dengan Pondok Pesantren. “Kurang lebih 90 pondok pesantren berdiri di Sumatera Selatan. Ini dampak positif dari kebijakan Pak Harto,” ujarnya.

Yang lebih dahysat, pembangunan masjid yang jumlahnya 999 lokasi. “Saya kemarin jadi imam di NTB, kok begitu gantengnya Pak Tommy mirip dengan Pak Harto,” tandasnya.

Menurutnya lagi, Pak Harto telah berjuang menyatukan ulama dan unarah, dalam sebuah institusi MUI. Ini sejarah tidak bisa dilupakan atau dibubarkan. “Pada saat diumumkan oleh Prof. Mufti Ali, bahwa telah terbentuk MUI. Ini bukti kecerdasan Pak Harto yang tidak bisa dibantahkan, mendirikan sebuah institusi MUI untuk menyatukan ulama dan umarah,” tambahnya.

Lihat juga...