Penyakit Akibatkan Kerugian Pembudidaya Udang Windu dan Vaname

Editor: Satmoko Budi Santoso

“Hasil panen udang windu yang masih bisa diselamatkan hanya sekitar enam puluh kilogram atau hanya setengah kuintal karena udang windu yang saya budidayakan mati dengan ciri-ciri warna menjadi orange,” terang Luah, salah satu pemilik tambak udang di Desa Bandar Agung, Selasa (12/3/2019).

Udang windu yang bisa dipanen saat usia sekitar 3 bulan disebutnya pada kondisi normal sangat menjanjikan. Harga udang windu yang lebih tinggi dibanding udang vaname dengan harga per kilogram mencapai Rp105.000.

Pada kondisi normal dengan harga stabil dan hasil panen sekitar 400 kilogram ia menyebut, bisa mendapatkan hasil sebesar Rp40 juta lebih sekali panen. Namun karena penyakit WSS ia hanya mendapatkan hasil sekitar Rp 6,3 juta.

Meski mengalami kerugian ia menyebut, budidaya udang windu masih tetap akan dilakukan. Sebab sistem polikultur budidaya udang windu dilakukan selama 90 hari dengan memelihara ikan bandeng.

Ia menyebut, meski mengalami kerugian akibat udang terkena penyakit bintik putih, namun masih bisa memanen sekitar satu kuintal ikan bandeng. Ikan bandeng yang diperoleh dari lahan tambak disebutnya dijual ke pengepul dengan harga Rp12.000 per kilogram.

Proses pengurasan lahan tambak diakuinya segera dilakukan agar virus penyebab penyakit WSS bisa terputus. Setelah proses pengurasan air tambak selanjutnya dilakukan proses pengeringan, perbaikan pematang tambak yang bocor, pengangkatan lumpur dan pemberantasan hama dengan obat khusus.

Penggunaan dolomit atau zat kapur diakuinya dilakukan untuk menetralkan keasaman air terutama saat musim penghujan agar penyakit udang bisa berkurang.

Petambak lain bernama Nurdiono, pemilik tambak udang putih (vaname) mengaku, udang vaname juga rentan penyakit. Selain WSS penyakit yang dikhawatirkan disebutnya berupa penyakit Myo atau Infectious Myo Necrosis Virus (IMNV).

Lihat juga...