Dishub DKI Bantah tak Libatkan DPRD Tentukan Tarif MRT-LRT

Editor: Koko Triarko

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko, usai rapat dengan Komisi C, Rabu (6/3/2018), sore. -Foto: Lina Fitria

“Tolong libatkan kami. Kami jangan jadi stempel doang,” pintanya.

Salah satu alasan Ruslan menolak tarif yang diajukan oleh pihak eksekutif atau Pemprov DKI, karena data terkait tarif yang diajukannya pun baru diketahui oleh pihak DPRD DKI.

“Ini juga datanya baru, baru kami terima,” ucap Ruslan.

Dia menilai, Pemprov DKI baru melibatkan DPRD DKI dengan mengajukan surat persetujuan tarif MRT dan LRT pada Februari, lalu. Padahal, pembahasan tarif di Pemprov DKI sudah dilaksanakan berbulan-bulan.

“Hari ini kami ditodong, karena sudah ditentukan bulan ini akan dioperasikan, tarif sudah akan ditentukan,” ungkapnya.

Pemprov DKI seharusnya melibatkan DPRD DKI sejak beberapa bulan sebelumnya. Sebab, penentuan tarif MRT dan LRT memerlukan subsidi yang harus disetujui DPRD DKI.

Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta, Santoso, mengatakan subsidi yang diajukan eksekutif terlalu tinggi.

“Subsidi yang pemerintah berikan tidak tahu menyasar kepada siapa, apakah untuk warga Jakarta atau untuk masyarakat umum yang dari luar Jakarta, padahal pajaknya berasal dari warga Jakarta,” pungkasnya.

Diketahui, tarif penumpang yang diajukan pihak PT MRT sebesar Rp34.100. Kemudian, subsidi yang diajukan Pemprov DKI diwakili Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko, sebesar Rp21.659. Dengan subsidi tersebut, penumpang hanya dikenakan tarif sebesar Rp12.441.

Sementara itu, untuk tarif LRT, tarif yang diajukan sebesar Rp41.655, dengan subsidi yang diajukan Pemprov DKI senilai Rp35.655. Artinya, penumpang hanya dikenakan biaya sebesar Rp6.000.

Kedua tarif ini disebut terlalu tinggi, karena pemerintah mengeluarkan subsidi sebesar Rp672 miliar untuk MRT, dan Rp327 miliar untuk LRT.

Lihat juga...