Si Mesin Pemotong Padi yang Resahkan Buruh Tani

Editor: Makmun Hidayat

Sekarang, katanya, dengan adanya mesin pemotong padi itu, hanya tontonan yang diperoleh. Jikapun boleh bergabung, itu pun hanya sebagai buruh angkut padi yang sudah dipanen dan diangkut ke dalam mobil. Upahnya sangat sedikit yakni Rp5.000 per karungnya.

“Rp5.000 per karungnya itu, sebenarnya bukanlah jumlah yang ideal. Padahal jika kita-kita yang langsung jadi buruh taninya, mulai dari memanen hingga mengangkutnya ke dalam mobil, kita bisalah mendapatkan untung yang lumayan buat beli air minum,” sebutnya.

Menurutnya, keberadaan mesin pemotong itu, tidak hanya berada di daerahnya Kecamatan Sutera saja, tapi juga tersebar dibeberapa kecamatan yang memiliki lahan sawah yang cukup luas. Dengan demikian, para buruh tani sulit untuk pindah ke daerah lainnya, yang diharapkan ada orang yang membutuhkan jasa buruh tani untuk memanen padinya.

Aldi berharap, pemerintah di nagari/desa turut mengontrol masuknya mesin-mesin pemotong padi itu. Alasan meminta kepada perangkat desa untuk mengontrol, supaya mesin-mesin itu tidak disediakan di kawasan sawah yang masih menyediakan tenaga buruh panennya. Tapi bagi daerah yang tidak memiliki buruh tani, lebih wajar adanya mesin pemotong padi di sana.

“Saya dapat info, mesin pemotong padi itu bisa masuk atas izin ketua pemuda di daerah setempat. Saya heran juga, seharusnya pikirkan rakyat yang miskin ini, jangan orang kaya dibuat lebih kaya,” tegasnya.

Ia mengaku tidak mengetahui pasti dimana berasal mesin pemotong padi tersebut, yang jelas pemililknya itu bukan lah dari kelompok tani yang diberi oleh pemerintah. Tapi dimiliki seseorang pengusaha yang bertujuan untuk mencari untung, dengan cara membunuh mata pencarian buruh tani.

Lihat juga...