Sanggar Serindit, Lestarikan Budaya Riau di TMII
Editor: Mahadeva
Tahapan awal pemanasan, terlebih dahulu melakukan peregangan kuda-kuda. “Karena Zapin itu dituntut kakinya yang harus kuat, baru nanti ke bagian tubuh kita ajarkan melenggang tangan. Jadi semua itu dari kaki terlebih dahulu,” tambahnya.
Tarian tradisional Riau ini bersifat edukatif dan menghibur. Digunakan sebagai media dakwah Islami melalui syair-syair yang didendangkan. Musik pengiringnya terdiri dua alat, yaitu alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh berupa gendang kecil yang disebut marwas. Tarian Zapin menggambarkan hubungan pola hidup masyarakat Melayu. Setiap gerakan tarian memiliki nilai-nilai filosofis, yang terkait dengan kehidupan masyarakat yang agamis.
Feri sangat bangga melihat antusias anak-anak berlatih menari di Sanggar Serindit. “Mereka sangat menjiwai setiap gerakan tari yang diajarkan. Harapan saya, mereka makin mencintai ragam budaya daerah, salah satunya tari Melayu Riau ini,” ujarnya.
Sanggar Serindit berdiri sejak empat tahun lalu. Pesertanya tercatat sudah mencapai puluhan orang. Mereka berasal dari berbagai sekolah dan daerah. Tidak hanya dari Riau, tapi ada dari Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta. “Ada orang Batak, Sunda, Makassar, Jawa, ada di Jakarta semoga mereka cinta dengan rumpun Melayu. Alhamdulillah mereka mencintai budaya Melayu. Ya, karena sejak awal berlatih saya ajarkan menanamkan cinta budaya bangsa,” ujarnya.
Nama Serindit, merupakan gambaran seekor burung khas Riau. Burung berperawakan mungil, memiliki bulu berwarna hijau, kuning dan merah dengan ekor pendek. Burung ini sangat lincah dan memiliki kicauan yang merdu. Di Indonesia, burung Serindit merupakan burung khas Provinsi Riau. “Nah pengennya, sanggar ini seperti burung Serindit, biar pun kecil tapi miliki keindahan yang menghibur penonton, memberikan kenyamanan hati,” tandasnya.