Kebutuhan Bambu Nelayan Kalianda Meningkat
Editor: Mahadeva
LAMPUNG – Kebutuhan bambu nelayan di pesisir Kalianda, Lampung Selatan meningkat. Hal tersebut dirasakan, mulai terjadi usai tsunami 22 Desember 2018 silam.

Seto Suhadi, salah satu tokoh masyarakat di Desa Kelawi, Kecamatan Bakauheni menyebut, peralatan kerja nelayan sempat banyak yang rusak diterjang gelombang laut. Di Pantai Minang Rua, 40 perahu dan sembilan bagan apung dilaporkan rusak diterjang tsunami. Peralatan nelayan tangkap, dominan membutuhkan bambu dan kayu. Dan saat ini nelayan sudah mulai berupaya melakukan perbaikan.
Seto Suhadi menyebut, kebutuhan bambu setiap perahu cukup beragam. Satu perahu cadik atau sayap, disebut Seto Suhadi membutuhkan sekira lima hingga 10 batang bambu. Bambu yang digunakan berukuran delapan meter. Pada peralatan kapal bagan congkel, kebutuhan bambu bisa mencapai 10 hingga 20 batang. Kebutuhan paling banyak, untuk bagan apung, yang jumlahnya bisa mencapai ratusan batang.
Selain digunakan untuk peralatan tangkap, bambu juga diperlukan untuk para-para atau alat penjemur ikan teri rebus dan ikan asin. Sementara alat penjemuran berupa senoko (wadah penjemuran), laha (wadah untuk pengeringan dengan jaring), cekeng (wadah untuk perebusan), semuanya terbuat dari bambu. Jenis bambu yang kerap dipergunakan adalah bambu petung, bambu hitam, bambu hijau serta bambu ori.
Bambu untuk kebutuhan peralatan tangkap nelayan tersebut didatangkan dari Dusun Kubang Gajah, Dusun Cilamaya. Sebagian besar nelayan membeli dengan harga mulai Rp2.000 hingga Rp3.000 perbatang, sesuai jenis dan usia bambu. “Sebagian nelayan yang tidak memiliki kebun bambu membeli pada pemilik kebun namun yang menanam sendiri tidak perlu membeli. Kebutuhan kayu untuk papan dinding perahu serta tiang penopang bagan apung,” beber Seto Suhadi kepada Cendana News, Jumat (8/2/2019).