Kebutuhan Bambu Nelayan Kalianda Meningkat
Editor: Mahadeva
Selain peralatan utama seperti perahu dan bagan penangkap ikan, kerusakan juga terjadi di peralatan pendukung seperti genset, lampu penerang, jaring. Temasuk pelampung yang terbuat dari drum atau dikenal dengan blong.

Marjaya, pemilik bagan berukuran 6×8 meter menyebut, bagan miliknya dihempas tsunami ke daratan. Kerusakan mencapai 50 persen, dan mulai diperbaiki sejak awal Januari lalu. Diperkirakan dapat mulai dimanfaakan lagi awal Februari. “Bambu yang ada pada bagan apung sebagian besar patah karena bertabrakan dengan bagan lain, kami secara swadaya melakukan perbaikan, meski membutuhkan bambu banyak,” cetus Marjaya.
Bagan apung memiliki konstruksi kayu nangka, kayu jati serta bambu. Satu bagan apung baru, membutuhkan ratusan batang bambu dan belasan kubik kayu. Biaya yang dikeluarkan bisa mencapai Rp30 juta hingga Rp40juta. Biaya tersebut dengan asumsi, sebagian bahan baku bambu dan kayu diperoleh dari kebun milik sendiri. Nelayan yang tidak memiliki kebun, disebut Marjaya, bisa menghabiskan biaya sekitar Rp50 juta untuk membuat satu bagan.
Sapardin, nelayan perahu cadik menyebut, Dia membutuhkan papan kayu dan puluhan batang bambu. Bambu untuk perbaikan cadik perahu berkisar belasan batang. Bambu diperoleh dari kebun warga yang berada di kaki Gunung Rajabasa dengan membeli langsung dari pemilik kebun. “Perahu milik saya rusak pada bagian dinding dan lantai sehingga harus diperbaiki total termasuk bambu diganti baru,” pungkasnya.