Sejumlah Usaha Perikanan di Lamsel Terdampak Tsunami

Editor: Koko Triarko

Samsul Bahri mengatakan, satu perahu kecil rata-rata bernilai Rp20 juta hingga Rp30 juta, dan jenis bagan apung bisa senilai Rp50 juta hingga Rp60 juta.

“Harapan kami sebagai nelayan tradisional, ada bantuan dari pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan agar kami masih bisa menjalankan usaha,” papar Samsul Bahri.

Muhamad Yusuf (50), salah satu nelayan pesisir di desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa, juga mengaku masih belum berniat melaut. Usaha menangkap ikan yang menjadi sumber penghasilannya, sudah tidak bisa dijalankan akibat perahu miliknya rusak.

Terjangan tsunami di belakang rumah menghancurkan perahu sekaligus rumah tempat tinggalnya. Ia pun masih fokus untuk upaya perbaikan rumah, meski sudah ada janji dari pemerintah untuk memberikan bantuan bagi rumah yang rusak.

“Kemarin datang menteri sosial dan sejumlah menteri, di antaranya Puan Maharani, janji akan memberikan uang untuk proses pembangunan rumah rusak, kami baru didata terkait tingkat kerusakan rumah,” terang Muhamad Yusuf.

Nelayan yang kerap menangkap ikan teri di wilayah pesisir Rajabasa tersebut, mengaku harus ikhlas jika direlokasi. Pasalnya, sesuai keputusan awal, Pemkab Lamsel sudah menyiapkan hunian sementara (Huntara) di Hotel 56 Kalianda, Lampung Selatan.

Namun, sejumlah nelayan akan mengalami kesulitan dalam usaha, sebab selama ini laut menjadi sumber mata pencaharian. Ia mengaku memilih untuk tinggal di lokasi dekat pantai, agar masih bisa memiliki usaha sebagai nelayan.

Dua pekan pascatsunami, masih berimbas juga bagi pemilik usaha penjualan ikan pasar higienis Kalianda. Salah satunya, Wati (40).

Lihat juga...