JAKARTA — Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menginginkan distribusi daging sapi lokal dapat diperpendek, agar menekan harga daging sapi segar di pasaran yang saat ini berada di sekitar Rp100.000 per kilogram.
Peneliti CIPS Assyifa Szami Ilman, mengatakan panjangnya rantai distribusi daging sapi lokal memengaruhi harga daging sapi tersebut di pasaran. Hal ini terjadi karena munculnya biaya-biaya tambahan, seperti biaya transportasi.
Ilman menjelaskan, berdasarkan hasil penelitian CIPS, daging sapi lokal melewati tujuh hingga sembilan tahapan sebelum sampai di tangan konsumen.
“Proses distribusi dimulai dari peternak. Mereka menjual sapi mereka langsung kepada pedagang setempat yang berskala kecil atau melalui feedlot yang memberi makan sapi secara intensif untuk meningkatkan bobot sapi dan nilai jualnya,” paparnya di Jakarta, Senin (17//12/2018).
Kemudian, tahapan selanjutnya adalah sapi dijual lagi ke pedagang setempat berskala besar dengan menggunakan jasa informan untuk mendapatkan harga pasar yang paling aktual.
Selanjutnya, sapi dijual lagi ke pedagang regional, yang wilayah dagangnya meliputi beberapa kabupaten, provinsi dan sejumlah pulau-pulau kecil di beragam kawasan Nusantara.
Setelah itu, sapi kembali dijual ke pedagang yang ada di penampungan ternak. Tahapan ini berfungsi sebagai area transit ketika mereka menunggu pedagang grosir dari Rumah Potong Hewan (RPH) untuk memilih hewan ternak yang akan dibeli dan dipotong.
Lalu daging sapi yang dihasilkan dapat dijual langsung ke pedagang grosir berskala besar di pasar atau melalui tengkulak yang membantu pedagang di RPH untuk mendapatkan pembeli. Tahapan selanjutnya adalah menjual daging sapi ke pedagang grosir berskala kecil.