Presiden Soeharto Tegaskan Hak Disabilitas Setaraf Warga Lainnya

Redaktur: ME. Bijo Dirajo

Bagi Pak Harto, penyandang cacat mental bukanlah orang yang meminta-­minta belas kasihan. Sebaliknya, mereka adalah orang-orang yang tabah dan tetap memiliki semangat perjuangan hidup, kendati dengan segala hambatan karena cacat yang dideritanya.

“Yang mereka perlukan tidak lain adalah sikap dan perlakuan yang wajar dari masyarakat sekitarnya, uluran tangan dan pemberian kesempatan untuk bekerja sesuai dengan kemampuannya,” imbau Presiden Soeharto.

Presiden Soeharto bersama pemimpin negara Asia Pasifik (Foto Ist)

Meski dengan kemampuan terbatas, Pemerintah Indonesia selama tiga kali melaksanakan pembangunan lima tahunan, telah banyak melakukan usaha-usaha untuk membantu para penyandang cacat, khususnya para penyandang cacat mental. Bahkan Pemerintah juga melaksanakan kebijaksanaan yang terpadu dalam membantu para penyandang cacat.

Cacat mental sering kali diderita anak-anak sebagai akibat kekurangan gizi, kekurangan pelayanan kesehatan. Selain itu, jumlah anak yang terlalu banyak dengan jarak kelahiran yang terlalu rapat, lingkungan hidup yang buruk dan masalah-masalah lain yang berhubungan dengan kemiskinan dapat menjadi penyebab.

“Pemerintah Indonesia mengambil langkah yang demikian, karena menyadari bahwa masalah penyandang cacat mental itu mempunyai kaitan yang erat dengan keadaan ekonomi, adat istiadat, pendidikan dan masalah-masalah kemasyarakatan lainnya,” ungkap Presiden Soeharto .

Tidak hanya di 1983, saat menerima rombongan Persatuan Penyandang Cacat Indonesia (PPCI) yang dipimpin oleh ketuanya, Koesbiono Sarmanhadi, pada 5 November 1992 di Bina Graha, Jakarta, Presiden Soeharto kembali menegaskan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak yang sama sebagai warga negara. Bahkan ia mengharapkan agar para penderita cacat mampu mandiri dan tidak tergantung pada lowongan kerja yang sudah ada.

Lihat juga...