Presiden Soeharto Tegaskan Hak Disabilitas Setaraf Warga Lainnya
Redaktur: ME. Bijo Dirajo
JAKARTA — “Salah satu pasal dalam UUD menyatakan, bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,”.
Hal ini ditegaskan Presiden kedua RI, HM Soeharto dalam Konferensi Cacat Mental Asia VI di Istana Negara Jakarta pada tanggal 08 November 1983 lalu. Jauh sebelum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan tanggal 3 Desember 1992 sebagai Hari Penyandang Cacat Internasional atau disebut juga Hari Disabilitas Internasional.
Pernyataan tersebut menjadi salah satu bukti bahwa Presiden Soeharto sangat peduli terhadap seluruh warga negara, termasuk disabilitas. Bahkan dalam http://soeharto.co mengutip buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VII (1983-1984), Pak Harto menegaskan, para penyandang cacat mental di Indonesia mempunyai hak yang sama dengan sesama warga negara lainnya.
Bahkan di sebuah konferensi Cacat Mental Asia VI yang dihadiri 400 peserta dari 13 negara di Asia dan ahli-ahli mental dari Kanada, Amerika, Brazilia, Inggris, Finlandia dan Irlandia diadakan di Indonesia, Presiden Soeharto mengemukakan, pengalaman menunjukkan bahwa penyandang cacat mental yang belum tergolong penderita cacat mental berat, jika dididik dan dilatih akan dapat melakukan berbagai pekerjaan, setidak-tidaknya pekerjaan yang bersifat rutin.
Tidak hanya itu, Pemerintah Indonesia juga membangun sekolah-sekolah khusus yang diperuntukkan bagi mereka. Dengan harapan kelak memiliki keterampilan. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mendidik dan melatih para penyandang cacat mental dalam rangka memupuk harga diri mereka.
“Harga diri manusia itu antara lain terwujud jika ia dapat bekerja, dan memiliki pekerjaan sehingga ia dapat hidup dengan kekuatan sendiri,” papar Presiden HM Soeharto.