“Apa yang sedang kau pikirkan?” Santo kaget mendengar ucapan ayahnya.
Lalu ia membalikkan badan sambil tersenyum kaku.
“Hei, apa yang sedang kau pikirkan?”
Santo hanya menggeleng pelan, kemudian menatap keluar rumah. Sugeng yang melihat wajah Santo muram, hanya menggeleng pelan, menyimpan pertanyaan. Lalu ia menghisap rokok dan menyemburkan asap tinggi-tinggi.
“Kenapa kita takut dengan angin, Ayah?” tanya Santo pelan seperti bergumam dengan wajah masih tetap menatap keluar rumah.
“Tidak ada orang yang takut dengan angin, Nak!”
“Tapi kenapa semua orang bersembunyi di dalam rumah?”
“Mereka hanya takut kematian.”
Setelah diam sebentar, ayah Santo menceritakan kisah orang gila dan Gunung Arkasora. Santo yang mendengar nampak lekat menatap wajah ayahnya sambil sesekali mengangguk pelan.
“Apakah kisah itu ada kaitannya dengan anjing dan pohon ramaram yang berada di tepi pantai itu?” tanya Santo penasaran.
Ayahnya diam sebentar, matanya kosong menatap jendela. Setelah mendengus panjang, ia bercerita tentang asal mula pohon ramaram dan seekor anjing.
Pohon ramaram adalah jelmaan putri dari Raja Songenep ketiga. Yang lari ke Pulau Malangare karena dipaksa untuk menikah dengan seorang raja dari tanah Jawa. Sampai di Pulau Malangare, putri tersebut bertemu dengan seorang nelayan dari Mandar yang kebetulan singgah di pulau itu. Hingga akhirnya mereka pun jadi pasangan suami-istri.
Pada suatu hari, saat sang putri dan suaminya pergi ke pantai untuk mencuci pakaian dan menangkap ikan, suaminya terseret ombak. Sang putri pun berusaha menolong. Saat sang putri menjulurkan tangan untuk menolong suaminya, ombak besar datang dari tengah laut. Menghantam tubuh mereka hingga terdampar ke bibir pantai.