Diancam Invasi Rusia, Ukraina Berlakukan Darurat Militer
MOSKOW – Ukraina mulai Senin (26/11/2018) memberlakukan darurat militer, selama 30 hari. Hal itu menjadi upaya untuk siaga, karena negara itu sangat rentan diserang Rusia, setelah Presiden Petro Poroshenko, memperingatkan ancaman sangat serius, dari serbuan lewat darat.
Poroshenko mengatakan, darurat militer perlu diambil, guna mendukung pertahanan Ukraina. Hal itu merespon sikap Rusia setelah menguasai tiga kapal angkatan laut Ukraina, dan menjadikan para awaknya sebagai tawanan pada akhir pekan lalu.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengatakan, tidak suka dengan apa yang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Amerika Serikat disebutnya, berkoordinasi dengan para pemimpin Eropa mengenai situasi tersebut. Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, menyebut, penguasaan kapal-kalap Ukraina oleh Rusia merupakan eskalasi berbahaya dan pelanggaran hukum internasional, dan menyerukan kedua pihak untuk saling menahan diri.
“Amerika Serikat mengutuk aksi agresif Rusia. Kami menyerukan Rusia mengembalikan kapal-kapal itu, dan para awak yang ditahan kepada Ukraina dan menghormati kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina,” kata Pompeo.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan, Menlu Pompeo berbicara lewat telepon dengan Poroshenko, dan mengulangi kembali dukungan kuat AS, bagi kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina dalam menghadapi agresi Rusia.
Parlemen Ukraina menyetujui pemberlakukan darurat militer, setelah Poroshenko menjamin, sejumlah anggota perlemen yang skeptis, hal itu bukan untuk mengekang kebebasan sipil, atau menunda pemilihan yang dijadwalkan berlangsung tahun depan.
Hal tersebut, diberikan sehari setelah Ukraina dan Rusia saling tuding, mengenai kebuntuan, dan para sekutu Kiev turut mengutuk perilaku Moskow. Dengan hubungan yang belum membaik, setelah pencaplokan Krimea dari Ukraina oleh Rusia pada 2014, dan dukungan bagi pemberontakan pro-Moskow di bagian timur Ukraina, krisis itu berisiko membawa kedua negara tersebut terlibat dalam konflik terbuka.