“Saat ini, pengembangan usaha BUMDes selalu terganjal pada penataan anggaran dan pembuatan aturan main berupa peraturan desa untuk menguatkan legalitas unit usaha,” katanya.
Namun demikian, kata Sudarmanto, pemerintah desa di 86 desa lain di luar Jatimulyo (Kecamatan Girimulyo), akan mengembangkan wisata baru berbasis budaya dan potensi lokal. Wisata berbasis budaya akan menjadi daya tarik bagi wisatawan luar daerah dan luar negeri.
“Jadi, desa wisata baru akan dikelola BUMDes. Saat ini, masing-masing desa sedang merintis wisata budaya,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Kulon Progo, Niken Probo Laras, mengatakan, saat ini BUMDes masih bergerak di sektor simpan pinjam, dan enggan mengembangkan pariwisata maupun potensi desa.
“Pemerintah desa selalu beralasan, anggaran desa banyak terserap untuk anggaran pendidikan dan kesehatan yang diamanahkan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan sehingga potensi wisata yang ada di desa tidak digarap untuk mendorong pertumbuhan ekonomi warga,” kata Niken.
Ia mengatakan, pihaknya pernah mengumpulkan pelaku wisata, kelompok sadar wisata (pokdarwis), pemerintah desa, dan pengelola desa wisata untuk pembentukan BUMDes dengan unit usaha pariwisata. Namun, masing-masing berpegang teguh pada ego.
“Desa wisata muncul terlebih dulu, dibandingkan pembentukan unit usaha pariwisata di bawah BUMdes. Desa terbebani dana kesahatan dan pendidikan, sedangkan pelaku desa wisata tidak mau di bawah BUMDes,” katanya.
Menurut Niken, perkembangan desa wisata di Kulon Progo berkembang lamban. Dispar berusaha memfasilitasi desa wisata, namun kesiapan desa wisata sendiri belum siap. Sampai saat ini, dari 10 desa wisata yang ada di Kulon Progo yang sudah berkembang secara mandiri baru Desa Wisata Nglinggo dan Kalibiru.