Mengenang Jasa Prajurit Indonesia di TMII
Editor: Makmun Hidayat
Bangunan yang dikelilingi air, laksana menggambarkan sebuah benteng pertahanan ini diresmikan oleh Presiden ke 2 RI, Jenderal Besar HM Soeharto pada tanggal 25 Juli 1987.
Untuk mencapai gedung seluas 7.545 meter persegi itu seolah-olah pengunjung harus menggunakan perahu yang tersandar di dermaga.
Benteng besar sangat megah bergaya klasik abad ke 16 dibangun untuk menjadi museum yang melambangkan betapa kokoh dan kuatnya pertahanan bangsa Indonesia.
Sesuai dengan bentuknya persegi limas, Daru menjelaskan, di setiap sudut bangunan museum ini terdapat menara pengintai atau bastion yang bermakna kewaspadaan nasional untuk keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Adapun gerbang utama berbahan dasar kayu mencerminkan sifat keterbukaan dan keramahtamahan rakyat Indonesia. Museum ini juga memamerkan dua kapal tradisional, yaitu kapal Banten dan Pinisi dari Sulawesi Selatan yang bersandar di danau.
“Kedua kapal ini melambangkan kekuatan maritim dari barat sampai timur, dengan prajurit yang gagah berani dan berjiwa pahlawan memperjuangkan kemerdekaan bangsa,” ujarnya.
Museum Keprajuritan Indonesia yang berdiri di atas lahan seluas 4,5 hektar ini menyimpan bukti sejarah perjuangan bangsa Indonesia dari waktu ke waktu.
Memasuki ruang museum, pengunjung harus menaiki tangga menuju lantai dua terlebih dulu untuk melihat koleksi di museum ini. Di sepanjang ruangan lantai ini terdapat banyak diorama yang menggambarkan perlawanan pejuang-pejuang Indonesia melawan penjajah.
Bentuk penyajian yang disuguhkan di museum ini diorama fragmen patung dan relief perpaduan relief yang menyatu dengan dinding luar menjadi bagian pameran diluar ruangan yang menggambarkan 19 kisah panjang perjuangan bangsa abad 13 hingga abad 19.